Seorang penjaga perpustakaan, Pak Harto, selalu memastikan pintu ke ruangan tersebut terkunci rapat setiap malam. Menurut legenda, ruangan itu menyimpan buku yang ditulis dengan darah oleh seorang penulis yang kehilangan akalnya. Siapa pun yang membaca buku itu akan kehilangan jiwanya, dan beberapa orang yang nekat mencoba memasukinya dilaporkan hilang tanpa jejak.
Suatu malam, seorang mahasiswa bernama Dika, yang sedang melakukan penelitian untuk tugasnya, mendengar cerita tentang ruangan itu dari Pak Harto. Rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya, dan setelah perpustakaan tutup, dia memutuskan untuk mencari tahu kebenarannya.
Dengan senter di tangan, Dika berjalan menyusuri lorong-lorong gelap perpustakaan. Suara langkah kakinya menggema di antara rak-rak buku tua. Dia menemukan pintu kayu tua yang terlihat berbeda dari yang lain---kusam dan penuh goresan seperti bekas cakaran. Di luar pintu, ada bau aneh, campuran antara debu dan sesuatu yang busuk.
Dengan tangan gemetar, Dika memutar gagang pintu yang sudah berkarat dan perlahan membukanya. Di dalam, ruangan itu tampak kosong, hanya ada sebuah meja tua dan kursi yang sudah lapuk. Namun, di atas meja, ada sebuah buku besar berwarna merah tua. Dika mendekat dan melihat bahwa sampulnya seolah berdenyut pelan, seperti bernapas.
Dia membuka halaman pertama, dan seketika itu juga, lampu di ruangan padam. Kegelapan total menyelimuti, dan Dika merasakan udara di sekelilingnya semakin berat. Dari dalam kegelapan, terdengar suara bisikan yang semakin lama semakin keras, seperti ribuan suara yang merintih, memanggil namanya.
Dengan panik, Dika mencoba menutup buku itu dan lari, tapi tubuhnya tidak bisa bergerak. Sesuatu yang tak terlihat menahan kakinya di tempat. Dia berusaha berteriak, tapi suaranya tak keluar. Perlahan-lahan, bayangan-bayangan hitam mulai merayap dari sudut-sudut ruangan, mendekatinya, hingga akhirnya seluruh tubuhnya diselimuti kegelapan.
Keesokan harinya, Pak Harto menemukan perpustakaan dalam keadaan seperti biasa, kecuali satu hal: buku merah itu kini terbuka di meja. Namun, tak ada tanda-tanda Dika, seolah dia tak pernah ada di sana.