Terutama dalam kalimat open minded. Saya pengguna, pemakai hijab yang boleh disebut fanatik. Berkaitan dengan aturan keyakinan yang saya anut, menolak keras pernyataan Pak Rektor Budi tersebut.
Penutup kepala manusia gurun ini, merujuk pada pernyataanya yang kenyataanya juga dikenakan pelacur juga biarawati saya kenakan massive.
Seperti yang pernah saya baca, penggunaan hijab telah ada sejak zaman Sumeria khususnya di wilayah Mesopotamia. Kira-kira 5000 tahun silam. Bahkan, jauh sebelum agama Islam hadir berkaitan dengan prostitusi, perempuan mengenakan hijab yang tidak sempurna ketika bekerja di prostitusi kuil-kuil untuk membedakannya dengan biarawati.
Jadi hijab tidak melulu monopoli manusia gurun karena Mesopotamia terletak di negara yang kini disebut Irak. Sebuah lokasi yang digambarkan wikipedia sebagai tanah dari sungai-sungai terletak di antara dua sungai besar, Efrat dan Tigris.
Hijab adalah penutup kepala, titik. Tanpa embel-embel apapun yang terkait dengan demografi atau keyakinan tertentu. Karena faktanya di berbagai belahan dunia lain pun, perempuan juga mengenakan hijab ini.
Wanita Mongolia misalnya mereka menggunakan topi bulu dan kain tipis menjuntai untuk menutup kepalanya, seperti yang pernah saya lihat di serial-serial kungfu mandarin. Mereka menggunakan karena daerahnya dingin, sering bersalju sehingga menutup seluruh badan menjadi keharusan, dari ujung rambut hingga kaki agar terhindar dari cuaca dingin yang menggigit tulang.
Bahwa dalam perkembangan trend ini menjadi sebuah fashion identitas bagi muslimah, ini karena ada kewajiban menutup aurat di dalamnya. Perempuan muslimah sebagaimana dikatakan dalam surat Ahzab ayat 59 terkena kewajiban ini.
Tafsir Kementerian Agama (Kemenag) terhadap ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan seluruh kaum wanita, termasuk mulai dari para istri Nabi hingga anak perempuan Nabi, untuk mengenakan pakaian yang sopan dengan jilbab yang menutupi tubuh. Terutama saat keluar dari rumah.
Dengan beragam bahan dan mode, jilbab kemudian berkembang sesuai keadaan zaman. Ada yang tipis, ada yang tebal. Asal essensinya menutup aurat maka muslimah telah melaksanakan kewajiban tersebut.
Lantas, apakah wanita tidak berhijab disebut melanggar perintah Tuhannya? Bagi saya, Ya. Meski hal ini belum tentu benar bagi sebagian yang lain. Seorang Quraish Shihab tidak mewajibkan, juga Profesor Musdah Mulia, guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Hidayatullah.
Di dalam buku Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendikiawan Kontemporer (Shihab, 2004) Shihab tidak menyatakan bahwa jilbab tidak wajib bagi Muslimah, akan tetapi beliau hanya membeberkan soal ragam pendapat pakar terhadap persoalan hijab dan tidak menetapkan pada satu pilihan tertentu.
Sedangkan Profesor Musdah Mulia mengatakan bahwa menggunakan jilbab tidak menjadi keharusan bagi perempuan Islam, tetapi bisa dianggap sebagai cerminan sikap kehati-hatian dalam melaksanakan tuntutan Islam.
Apakah berkaitan dengan open minded. Ini yang membuat saya sangat tidak sepakat. Muslimah mengenakan hijab memang tidak serta merta suci dari dosa, misal pada suatu kasus ada perempuan berhijab kedapatan berbuat maksiat bahkan berzina, ini hal yang berbeda.
Semua wanita muslimah memakai hijab, ada yang memakai cadar atau melakukan kewajiban, itu di prilaku. Akan tetapi, apakah semua wanita itu menghidari zina, riba, dan sejenisnya, itu sikap!
Open minded tidak berhubungan pula dengan pemakaian hijab. Sama dengan perempuan berhijab yang tidak suci dari maksiat. Hijab ya hijab, bagian dari fashion memenuhi kewajiban menutup aurat.
Bahwa kemudian muncul pandangan bahwa perempuan berhijab itu begini begini itu stereotipe.