Hilang, menghilangnya kabar dari si penghutang. Lenyapnya si penghutang dari permukaan pandangan dan raibnya cerita-cerita si penghutang dari media apapun.
Padahal dahulu, sejuta kisah disampaikan mengiringi pentingnya dia dibantu. Narasi kebutuhan akan uang bisa dibangun sedemikian rupa sehingga terasa nyata si penghutang membutuhkan betul uang itu. Kadang dilengkapi gambar atau video, misal di rumah sakit, di tempat kecelakaan atau di tempat musibah.
Memantik empati, membuat iba yang melihat, dibumbui narasi memiriskan hati. Membuat siapa saja yang melihat terdorong ingin melakukan sesuatu. Mengucurkan bantuan, uang terutama, karena dari kejauhan hanya uang yang bisa diberikan untuk menolongnya.
Dalih meminjam sebentar, nanti kalau gajian, atau motor terjual melantun bak lagu pilu. Lalu, setelah didapat uang itu, satu dua hari masih berkabar, memberitahukan kondisi betapa sudah baik sesudah mendapat pinjaman. Hari ketiga jarang, hari keempat hilang sudah.
Saat gajian tiba, pada hari harusnya dia membayar, jangankan kabar, say hello saja tidak. Atau mengatakan maaf karena tak mampu membayar hutang, ketika ditagih jawabnya mengelak.
"Aku sedang tak ada uang, kucingku habis lahiran dia butuh biaya persalinan."
Lain waktu alasan berbeda diberikan,
"Aku akan bayar semua, kalau perlu kulebihin tapi jangan sekarang, bisnisku sedang bangkrut."
Pemberi hutang laiknya pengemis, padahal dia sedang meminta uangnya sendiri. Disinilah petaka kemudian terjadi. Retak hubungan pertemanan, hancur luluh silaturahmi yang pernah dijalin. Tersebab hutang.
Pembaca yang budiman dan budiwoman, apakah anda pernah mengalami kejadian serupa? Saya baru saja.
Hanya kepercayaan yang saya miliki ketika akan memberi pinjaman. Jaminan rewardnya tiap bulan yang di atas rata-rata, gaya hidupnya yang high class menunjukkan dia bakal mampu membayar pinjaman itu.
Ternyata, nihil. Saat ditanya, selalu saja ribuan alasan dikemukakan. Padahal untuk sekedar menghubunginya, itu sulit sekali. Sesudah meminta bantuan orang-orang terdekatnya baru dia bisa ditelpon. Baru dia mau memberi kabar.
Terus terang, ini membuat sakit hati. Niat nolong malah kepentung. Pas saya butuh banget, uang itu tak bisa saya dapatkan, sehingga mengalirlah linangan dengan ratap," kau tak mengerti bagaimana aku membutuhkan uang ini."
Dia bergeming. Tak ada jawaban. Hanya maaf. Sunyi, membuat saya berasumsi.
Lalu ketika saya minta dia membayar secara mengangsurpun dia tak menjawab. Ini sampai saya lakukan karena saya juga mengajukan pinjaman dengan harapan dia mau membayar. Ada payment plan itu yang saya minta.
Dia, lebih kaya. Harusnya bisa membayar pinjaman itu. Kalaupun dia sedang terpuruk, dengan payment plan membuatnya lebih ringan mengembalikan uang itu.
Namun sekali lagi dia bergeming. Tak ada jawaban. Aku menangis, it was nightmare. Dia tak tahu betapa berat jadi orang miskin yang untuk meminjamkan uang bukan hal mudah. Saya harus susah payah mengumpulkan uang jatah pendidikan anak untuk saya pinjamkan padanya.
Maka saya tulis kisah ini, agar pada siapa saja yang sedang terlibat pinjaman, berkabarlah. Jangan menghilang lenyap seolah tak punya tanggungan.
Kalaupun belum ada uang untuk membayar, tunjukkan i'tikad baik. Tetap berkomunikasi mengatakan kondisi. Jangan pergi tak ada jejak. Itu menumbuhkan asumsi buruk tentang diri anda. Yang akan membuat kepercayaan seseorang pudar, bahkan bisa membuat nama anda tak ada harga.
Ajukan payment plan, rencana pembayaran berjangka kalau anda sedang benar-benar tak punya. Saya yakin si penghutang akan mengerti. Tak mungkin dia akan ngamuk-ngamuk memaki. Bukankah dulu ketika anda meminjam mudah mendapatkan? Kini, mengapa sulit niat mengembalikan?
Ayolah duhai para penghutang. Tunjukkan kesungguhan membayar. Jangan menghilang. Karena hutang yang enggan anda bayar bisa jadi akan menjadi kendala berlangsungnya kehidupan anda di hari kemudian. Selain nama yang tercoreng, kepercayaan yang hilang, jangan remehkan satu hal ini. Doa orang yang disakiti.