Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Panggil Aku "Mas"

30 Januari 2019   06:18 Diperbarui: 30 Januari 2019   07:56 492 37

Mendapatkan perhatian dari seseorang merupakan hal yang istimewa dalam hidupku, lelah dan sibuk sangat melupakan aku dari sentuhan debar rasa pada yang disebut rindu. Wanita matang yang masih menawan itu hadir lewat belai sajaknya, lewat untaian pesona kasih mesra. Hatiku tertawan,  tak ada keraguan. Kan kuajak dia melewati tapak tapak asmara yang mulai berpendar menyeruak di dada.

Perkenalan awal mampu membius pengetahuan bahwa dia lebih tua dariku. Tawarannya menjadi kakak saja tak kuhiraukan. Kupikir dia juga mempunyai debar kasmaran yang sama denganku. Maka tak ada alasan bagiku menarik diri dari pesona hasrat yang terus merambat ini.

Aku tak pandai berbasa basi, maka seketika kuutarakan niatku menjadikannya pasangan abadi. Mulanya dia menolak, ingin menjadi sahabat saja katanya, mengingat usianya yang lebih tua beberapa tahun dariku.

Pertautan rasa ini tak mau berhenti, pesona hati tak dapat kuhindari. Aku sungguh ingin memiliki. Maka kutawarkan padanya hubungan dengan ikatan. Supaya dia tahu aku tak ingin keindahan ini hanya menjadi candaan. " Maukah kau menjadi istriku?"

Senja jelang malam menjadi saksi, perjumpaan singkat kebetulan yang dilatari alasan berteduh dahulu menanti reda hujan membuatku meluncurkan begitu saja kalimat itu.

Di teras swalayan kukatakan hal itu, tak ada janji sebelumnya. Pemicunya hanya sebuah keingin tahuan sedang apa dia saat hujan deras begini. Maka kutanya dia, " Kakak sedang di mana?"

" Owh aku sedang di swalayan belanja." Perempuan yang minta kupanggil kakak itu menjawab tanyaku lewat chat WA.

"Hujan ini kak, deras pun, kakak sama siapa?" Kutanya dia.

" Aku sendirilah, mau sama siapa? Kau tahu aku hidup sendiri kan?"

Penjelasannya menghawatirkanku, hujan ini sungguh derasnya, ditingkahi angin kencang membuat hatiku takut dia akan basah dan kedinginan. Mengingat hanya sepeda motor yang dikendarainya.

" Tunggu aku ya kak. Aku akan datang menemani kakak."

" Hujan ini dek, tak apa aku sendiri, kan kutungu hingga hujan reda. Ada beranda nyaman di teras swalayan. Aku bisa habiskan waktuku di sana, sambil makan kudapan dan teh panas. Jangan khawatir ya?"

Jawabannya tak membuat rasa khawatirku surut. Segera kupesan taxi on line. Aku tak ingin basah juga karena hujan. Kubawa mantel hujan besar. Siapa tahu dia nanti bersedia kubonceng. Ini akan menyenangkan. Sedikit pikiran nakal mulai hadir di otak lelakiku.

Tak sampai sepuluh menit tlah sampai aku di hadapan wanita dewasa yang kupanggil kakak itu. Kulihat dua tangannya sedang memegang gelas plastik berisi minuman panas. Tentu itu adalah teh yang dibelinya di swalayan ini.

 Nampak bibirnya tak henti meniup teh panas itu. Memikat hatiku. Pemandangan ini telah memantik keinginan lain dari hatiku. Aku tak ingin hanya menjadi adek. Aku ingin memiliki bibir yang dipakai meniup itu.  Pun wajah teduh yang terheran menatapku datang.

" Loh, kau datang?" Takjub dia menyaksikanku muncul di hadapannya.

" Aku tak suka dipanggil kau." Bisikku setengah mendekatkan wajah padanya. Reflek mukanya mengelak kaget. Satu kursi kuseret, duduk tepat di dekatnya.

Terkesiap rona mukanya. Diletakkan gelas panas yang sedari tadi dipegangnya. Dua bola matanya menyiratkan keheranan.
" Kok? Kenapa, tak mengapa bukan memanggil  'kau' ? Ada masalah?"

" Jelas masalah,  mana ada istri memanggil suaminya dengan sebutan 'Kau'. Aku tak suka."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun