Angka 4 dalam letusan “perjanjian batu tulis” dan patahnya somasi Kompasiana
Ane ucapkan trimakasih pada Kompasiana yang telah menyediakan kemudahan dengan mencatatkan akun baru ane, setelah akun lama ane yang tersimpan rapi di server data Kompasiana dilakukan pembredelan dalam kategori “account suspended” (klik disini).
Anhus Anhas Anhis
Terdaftar sejak: 19 Juli 2012
Kompasianer sejak: 22 February 2013
Login Terakhir: Senin, 24 Maret 2014 16:15 WIB
Letusan “perjanjian batu tulis”
Tanggal 14 Maret 2014 menjadi tanggal fenomenal dalam percaturan politik Indonesia saat ini, karena di tanggal yang mengandung angka 4 tersebut terjadi kegiatan yang unik yang dilakukan oleh PDIP sebagai partai peserta pemilu 2014 pengusung identitas nomor urut 4 ini. Kenapa unik ? karena telah dilakukannya siaran pers pencapresan Jokowi sebagai capres PDIP 2014. Dan, imbas dahsyatnya seluruh mata dan telinga politik tertuju dan fokus pada berita ini, termasuk juga mampu mengubah peta dan kiblat kompas dunia politik Indonesia terkini.
PDIP dan Gerindra yang selama pilgub DKI menjadi sekutu tiba-tiba berubah total pecah kongsi, dimana hawa ‘mental & aura’ saat ini telah menyuguhkan PDIP menjadi musuh bebuyutan Gerindra, belum lagi ditambah ‘syahwat’ permusuhan partai-partai lain seperti PD dan PKS yang lebih duluan secara masif telah menjadikan Jokowi (PDIP) musuh kelas wahidnya. Wes talah, pokoke…. HEBATTT…. SERUUU…. MENARIKKK….
Lantas apa indikasi-indikasi kalau partai-partai ini menjadikan PDIP (Jokowi) musuh bebuyutan ?
Masyarakat kita hampir kebanyakan dapat digolongkan sebagai masyarakat pasif politik, karena rata-rata hampir tidak perduli dengan ocehan-ocehan dan jungkir-balik kelakuan politisi-politisi yang kebanyakan dianggapnya ‘negatif’ didalam tingkah aksi dan tutur katanya.
Namun kategori masyarakat pasif bukan lah berarti tidak mendengar atau “budheq” dan juga bukan berarti tidak melihat atau ‘piceuk’ (ma’af) dengan perkembangan hawa panas politik saat ini.
Kutipan-kutipan dari beberapa media, tentang suguhan-suguhan pernyataan maupun pidato kampanye politisi dan mantan politisi seperti berikut ini memberikan gambarannya;
---
Kata Prabowo. " Tapi, kalau ada yang bohong, ya harus bilang 'hei, kamu bohong! Kalau ada maling, ya bilang 'hei, kamu maling! (TEMPO.CO – Min, 23 Mar 2014)
"Boleh bohong, asal santun. Boleh khianat, asal santun. Boleh jual negeri, asal santun. Boleh korupsi, asal santun. Boleh jual kedaulatan bangsa pada orang asing, asal santun," sindirnya. (TRIBUNNEWS.COM, Minggu, 23 Maret 2014)
---
Dari twit Fahri Hamzah, yang diduga menyindir PDIP : (Okezone.com, Senin, 24 Maret 2014)
1. Dulu kau jual satelit negara kami ke Singapura melalui jualan Indosat dengan murah.#MelawanLupa
2. Dulu kau jual aset-aset kami yang dikelola BPPN dengan murah (hanya 30% nilainya) ke asing.#MelawanLupa
3. Dulu kau jual kapal tanker VLCC milik Pertamina lalu Pertamina kau paksa sewa kapal VLCC dengan mahal. #MelawanLupa
4. Dulu kau jual gas Tangguh dengan murah (banting harga) ke China (hanya $3 per mmbtu). #MelawanLupa
5. Sekarang, kau ngomong lagi soal nasionalisme, setelah kader-kader kau banyak yang korup.#MelawanLupa
6. Dan sekarang, untuk mengkatrol suaramu yang terpuruk, kini kau umpankan si "Kotak2". #MelawanLupa
7. Semoga saja, rakyat kini tak lagi terbuai oleh janji-janji manis-mu...#MelawanLupa
---
Menurut Ruhut, Jokowi tak memiliki cukup modal untuk memimpin negara. "Dia enggak layak maju capres. Cuma modal wajah lugu saja," kata Ruhut saat dihubungi Tempo,
"Siapa dia? Anak kos, anak numpang, kok nyapres," kata Ruhut saat dihubungi Tempo, Sabtu, 15 Maret 2014.
---
Ridwan Saidi menyerang :
"Kalau mengkhianati warga itu sudah bawaan lahir dia (Jokowi). Emang begitu sifatnya. Dulu kan waktu jadi Wali Kota Solo, dia lari ke Jakarta. Sekarang dari Jakarta, dia mau lari lagi," ujar Ridwan kepada Kompas.com, Jumat (14/3/2014).
---
Belum lagi serangan-serangan dari orang-orang macam : Amien Rais, Marzuki Alie, Ramadhan Pohan, Nurhayati Ali Assegaf, dll, dll, dll….
---
Meskipun masyarakat pasif namun sangat-sangat menikmati adegan-adegan ini layaknya ‘dagelan thukul arwana’ atau ‘OVJ andre-sule-parto’, kondisi saat ini terekam sangat dalam di seantero masyarakat, dan masuk menjadi kasak-kusuk warung kopi disetiap sudut kumpul-kumpul orang atau kelompok orang dimana pun tanpa terkecuali. Dan masyarakat (meskipun pasif) telah memiliki penilaian-penilaian tersendiri adanya indikasi-indikasi ‘pertempuran’ siapa melawan siapa dan bagaimananya.
Rata-rata berujar : Menarik !!!!
Menarik bisa berarti ‘positif’ dan juga bisa ‘negatif’, hanya masing-masing lubuk diri mereka yang tahu maknanya.
Oke, kita tinggalkan makna yang ada di benak masing-masing masyarakat pasif ini.
Kita zoom pada “perjanjian batu tulis”,
Mengapa ?
Karena sejak aksi pengumuman pers PDIP 14 Maret 2014 tentang pencapresan Jokowi, maka pemberitaan-pemberitaan media paling seru dihiasi munculnya edaran berita “perjanjian batu tulis” dan tuntutan-tuntutan menagih janji,
Untuk apa ?
Untuk apa lagi klo bukan untuk ‘menagih janji Megawati’,
Janji tentang apa ?
Apa lagi kalau bukan tentang pencapresan.
Oohhhh…. Gitu tohhh, maksudnya semacam ‘surat sakti’ untuk melamar presiden tohh ? hehehehehehe…. Kira-kira demikian percakapan koplak didalam benak penulis yang memiliki akun abal-abal ini.
Jadi “perjanjian batu tulis” sudah “MELETHUS” dahsyat, sedahsyat lethusan gunung Kelud yang membawa imbas pencemaran debu bertumpuk tebal disetiap sudut kota SOLO dan kota JOGJA.
Trus kalau lethusan “perjanjian batu tulis” imbasnya apa ?
Imbasnya pencemaran debu ‘serangan-serangan’ nyampah politisi-politisi dan pengikutnya yang berambisi jadi penguasa pemerintahan RI namun ketakutan melawan pencapresan ‘wong ndeso tukang mebel’ Jokowi dengan cara sehat dan ‘waras’.
Mengapa harus ‘waras’ ? ya iya dong, klo ‘waras’ dan hebat kenapa musti ketakutan ? :D
Ane tidak tahu apa itu yang namanya “perjanjian batu tulis” dan isinya apa, karena tidak penting buat ane. Yang ane tahu Negara memiliki UU yang mengatur dan memberi hak kepada setiap warga negara untuk bisa dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku, jadi kalau UU itu dibandingkan kedudukannya dengan “perjanjian batu tulis” atau perjanjian apalagi yang lain-lain, akan lebih tinggi, otomatis siapa pun tidak ada yang berhak menggugurkan hak seorang Jokowi jadi capres termasuk “perjanjian batu tulis”. Ane kurang paham hukum karena bukan bidang ane, untuk kajian masalah tuntutan hukum atas janji atau perjanjian dan pencapresan seseorang dibahas sangat menarik oleh Bro “Sutomo Paguci”, brother Kompasiana yang memiliki lisensi profesi di bidang keahlian hukum, didalam artikelnya berjudul “Gugatan Jakarta Baru Untungkan Jokowi” (klik disini)
Okey,…. Geser dikit duduknya…. Hehehehe
Bagi yang tidak setuju Jokowi jadi capres, kenapa harus marah-marah dan mencak-mencak kebakaran jenggot ??? kan bisa tinggal pilih capres yang diidolakan dan dijagokannya toh ?? lebih baik poles itu capres dambaannya biar kinclong dan sanggup menyaingi Jokowi dari pada cuman menebar fitnah-fitnah (yang menambah dosa) dan malahan akan menguntungkan Jokowi yang jadi semakin tambah kinclong tak terkejar ? atau kalau perlu bagi yang sudah capres berusahalah bersolek dan berbenah diri biar lebih percaya diri. Beres kan ?! getoo ajah koh revolt :D :D :D
Atau coba ikuti merenung surat Jokowi ini ;
.
Surat lengkap pesan ‘gotong royong’ dari Jokowi :
---------------------------------------------------------------------
Saya Joko Widodo, dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirohim telah menerima mandat dari Ibu Megawati Soekarnoputri Ketua Umum PDI Perjuangan sebagai calon Presiden RI.
Untuk melapangkan jalan kemenangan menuju Pilpres, mari bersama-sama bergotong royong memenangkan PDI Perjuangan (coblos no 4) dalam Pemilu Legislatif 9 April 2014
Bekerjalah dengan santun, tetap rendah hati, jangan sakiti yang lain dan jaga TPS dari kecurangan.
Jangan terlena dan seeolah-olah sudah menang, terus bekerja keras. Semoga Tuhan meridhoi langkah kita. Amin.
Jakarta, 19 Maret 2014
Jokowi.
.
---------------------------------------------------------------------
.
Patahnya Somasi Kompasiana
Pada tanggal 24 Maret 2014, dilayangkan somasi oleh Kompasiana (##sebagai pengacara hazmi kalikk, wkwkwkwkkk.…)
dengan PASAL SANGGAHAN & PELAPORAN KONTEN
Butir 9 (sembilan)
Dengan kategori “provokasi & mengancam keselamatan jiwa orang lain”, hahahaha….
Setelah terjadi (berulang) adanya kasus provokasi komentar-komentar akun abal-abal ane “Anhus Anhas Anhis” di artikel “tidak provokasi” dari akun Hazmi Srondol dengan judul
“Jokowi & Pecahnya Indonesia Menjadi 6 Bagian”, (klik disini).
dan artikel,
“Pesawat Pribadi Jokowi?”, (klik disini).
juga artikel,
“Prabowo Siap Bangun Tol Sumatera, Jokowi Nanti Dulu…”, (klik disini).
Apakah dengan pembredelan akun abal-abal ane “Anhus Anhas Anhis” meruntuhkan / menggugurkan ane menjadi “Jokowi Lover” ??
Seorang karateka pasti akan menjawab : “OSH”……….. “OSHINABU”….
karena seorang karateka selalu berjanji dan bersumpah :
Sanggup Memelihara Kepribadian
Sanggup Patuh Pada Kejujuran
Sanggup Mempertinggi Prestasi
Sanggup Menjaga Sopan Santun
Sanggup Menguasai Diri
Lantas apa hubungannya dengan patahnya somasi Kompasiana ?
Jelas sangat terkait, kalau selama ini bertebaran isue n rumor “Kompasiana adalah media tidak independen, karena berafiliasi dan juga (termasuk) menjadi ‘media bayaran’ ‘pencitraan’ Jokowi”, sebagaimana yang sering ‘dituduhkan’ oleh ‘umat’ PKS ‘panasbung’ PD dan ‘golden boys’ Gerindra binti Prabowo.
“Kompasiana hanya mengejar, hit dan rating, dan selalu mengistimewakan ‘Jokowi Lovers’ untuk (langganan) duduk disinggasana HL atau TA”,…. itulah komen-komen yang senantiasa muncul dari para ‘obsesor’ Jokowi ini, kenapa obsesor ? karena hari-harinya mereka sangat terobsesi oleh ‘bau-bau wangi” judul yang membawa kata ‘Jokowi’.
Dan kini ane telah membuktikannya, semua sudah terpatahkan, setidaknya oleh fakta dibredelnya akun abal-abal ane “Anhus Anhas Anhis” yang menjadi akun provokator dan termasuk dalam akun yang menjadi pemihak “Jokowi Lovers”.
Jadi apa hubungannya angka 4 dengan semua itu ?
Angka 4 layaknya seperti angka “keramat”, bagi PDIP angka 4 adalah angka identitas urutan partai yang menjadi tiket berlaga dalam pemilu 2014 untuk menuju kekuasaan pemerintahan.
Angka 4 dari tanggal 14 Maret 2014 adalah menjadi momen Megawati ‘membakar jiwa’ para “Jokowi Lovers” dengan mendeklarasikan Jokowi sebagai capres PDIP 2014, sekaligus membuat lethusan cethar membahana meledaknya “perjanjian batu tulis” bagi ‘golden boys’ Gerindra binti Prabowo.
Lantas sepuluh hari setelahnya, keramat angka 4 masih berlanjut. Tepatnya tanggal 24 Maret 2014, ada yang telah meluncurkan efek ‘wedus gembel’ dan ‘abu kelud’ dari butiran ‘golden boys’ si binti yang melayangkan somasi kompasiana.
Wkwkwkwkwkwkwkwkkk….
Salam Siomay ‘Somasi’. :D :D :D
JKW4P….!!!!
.