Bank Pasoendan didirikan pada tahun 1913 pada masa kolonial Hindia Belanda oleh Paguyuban Pasundan di Bandung, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sunda melalui layanan perbankan. Tokoh-tokoh penting di balik pendirian bank ini antara lain KH. Agus Salim, R.A. Kartini, Dr. T.R. Soerjo, H.O.S. Tjokroaminoto, serta para pengurus Paguyuban Pasundan. Seiring berjalannya waktu, bank ini memperluas jaringannya ke berbagai kota di Jawa Barat, termasuk Buitenzorg (kini Bogor).Pada masa tersebut, masyarakat pribumi memiliki akses terbatas ke lembaga keuangan formal dan banyak yang terpaksa meminjam uang pada rentenir dengan bunga yang sangat tinggi. Kehadiran Bank Pasoendan diharapkan menjadi solusi alternatif bagi masyarakat Sunda, khususnya di wilayah Priangan. Fokus utama Bank Pasoendan adalah pengembangan sektor pertanian dan usaha kecil. Buitenzorg (Bogor) dipilih sebagai lokasi cabang karena letaknya yang strategis dan dikelilingi oleh perkebunan besar, sehingga menciptakan suasana yang nyaman. Kehadiran bank ini juga mempertegas kota Bogor sebagai pusat perekonomian, intelektual, dan berkembangnya ide-ide nasionalisme.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Bank Pasoendan menghadapi tantangan besar dalam menyesuaikan diri dengan sistem perbankan modern. Meskipun eksistensinya tidak sebesar pada masa kolonial, warisan Bank Pasoendan tetap hidup sebagai simbol perjuangan ekonomi masyarakat Sunda.
Kehadiran Bank Pasoendan telah menginspirasi lembaga keuangan mikro dan koperasi lokal di masa kini untuk fokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, dengan menyediakan pinjaman atau kredit untuk usaha kecil dengan bunga yang lebih rendah. Selain itu, Bank Pasoendan juga turut meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Bangunan asli Bank Pasoendan di Bandung terletak di Jl. Braga, kawasan bersejarah di pusat Kota Bandung, sementara di Bogor, bank ini berlokasi di Jl. Surya Kencana (sebelumnya dikenal sebagai Kebon Raya), yang merupakan salah satu kawasan penting di pusat Kota Bogor.
"Keberadaan Bank Pasoendan membuktikan bahwa masyarakat Sunda memiliki semangat kemandirian yang tinggi. Di era modern ini, bagaimana kita dapat melanjutkan semangat perjuangan ekonomi tersebut?" Â
KEMBALI KE ARTIKEL