Saya sendiri memilih tidak bekerja. Alasan utamanya karena suami adalah seorang perantau nusantara. Pekerjaannya menuntut beliau untuk siap ditempatkan di mana saja dan kapan saja. Karena sejak sebelum menikah kami sepakat bahwa keluarga itu harus tinggal bersama, kami pun sangat menghindari 'long distance marriage'. Itulah mengapa saya memilih tidak bekerja supaya fleksibel saat suami tiba-tiba harus pindah kota.
See? Ada alasan di setiap pilihan yang diambil seorang ibu. Bisa jadi memilih bekerja karena ada orang tua yang perlu sokongan dana. Bisa juga memilih tetap berkarya dari rumah karena ingin membelikan hadiah untuk suami dari uang hasil keringat sendiri. Iya, alasan sesederhana itu ada.
Yang harus diingat, ketika sudah menetapkan pilihan maka lalukanlah pilihan tersebut dengan totalitas. Ketika sudah memilih untuk tidak bekerja, tinggal di rumah dan fokus membesarkan anak maka lakukanlah itu dengan penuh kesungguhan. Anak tidak hanya membutuhkan kuantitas tapi juga waktu yang berkualitas bersama orang tua mereka. Jangan sampai judulnya menemani anak bermain tapi jiwanya tidak hadir. Sibuk dengan media sosial demi sebuah eksistensi. Jangan sampai juga di rumah setiap hari tapi anak malah kurang gizi.
Begitupun yang memilih bekerja. Jangan sampai makan gaji buta. Waktunya bekerja malah sibuk di dunia maya. Sampai di rumah, lelah. Diajak main anak malah marah-marah.
Setiap pilihan ada konsekuensinya. Rasa bosan dan hilangnya kebebasan finansial untuk ibu yang memilih di rumah. Manajemen waktu dan emosi yang baik, serta menjaga ikatan batin dengan anak untuk para ibu bekerja. Dengan adanya resiko dari masing-masing peranan rasanya pepatah rumput tetangga selalu lebih hijau seharusnya tak ada. Setiap ibu memiliki perjuangannya masing - masing. Tak mudah tentu saja. Karena jika mudah, tak kan berbuah surga.