Bioskop Kelud kini hanya tinggal bangunan tua yang tidak terurus. Padahal dahulu bioskop ini menjadi primadona warga kota Malang. Saat ini kita masih dapat melihat bentuk sisa-sisa kejayaannya pada masa itu. Ada tribun yang mampu menampung 250 penonton, dan ruang proyektor. Berjarak 60 meter dari tribun, ada tembokputih berukuran 16x9 meter yang dijadikan layar. Di antara layar dan tribun adalah ruang terbuka tanpa atap yang dijadikan tempat menonton. Tak heran jika Kelud dikenal pula dengan sebutan bioskop misbar. Saat gerimis, penontonnya bubar.
Berbeda dengan bioskop yang ada saat ini, bioskop Kelud yang beroperasi mulai pukul 19.00 setiap harinya ini selalu dipadati penonton. Bahkan sempat tercatat sekitar 7000 penonton dalam satu malam saat pemutaran film Inem Pelayan Seksi. Keriuhan layaknya nonton bareng sepakbola menjadi hal yang biasa saat film sedang diputar. Penonton bebas mengomentari adegan film hingga tepuk tangan, asalkan tidak menghalangi pandangan orang lain.
Keberadaan bioskop Kelud berawal dari dua anggota BRIMOB, Noersalam dan Marsam, yang memulai usaha pemutaran bioskop keliling di sekitar Malang. Hasil pemutaran tersebut kemudian dipakai untuk membeli lahan yang dulunya gedung bulutangkis. Gedung tersebut dihancurkan dan didirikan bioskop Kelud bersamaan dengan terbentuknya Yayasan PANJURA (Delapan Penjuru Angin) pada tanggal 4 Juli 1970.
Hasil penjualan tiket bioskop Kelud pun digunakan untuk meningkatan kesejahteraan bagi anggota yayasan dan masyarakat sekitar. Antara lain dengan membangun perumahan murah, panti asuhan untuk anak yatim piatu, mendirikan masjid Noersalam, dan SMA Panjura. Selain untuk hiburan rakyat, kehadiran Kelud juga ikut memacu perekonomian rakyat kecil. Setiap malam, sepanjang jalan di sekitar bioskop disesaki warga, mulai tukang parkir, pedagang keliling, sampai tukang sulap. Bukan hanya hiburan film untuk rakyat, tapi juga sebuah pasar malam.