Jarum jam dinding berdetak kencang, saat fajar mulai menyinsing. Suara-suara bebek yang terdengar nyaring rasanya tidak terdengar subuh kali ini. Aku berfikir sepertinya mereka sedang berjamaah shalat subuh dengan merapatkan barisan. Aku yakin pula para bebek ini setengah ngantuk karena subuh ini terlalu dingin untuk dilaluinya hanya untuk mengambil air wudhu.
Jelas saja, kolam yang menjadi tempat bermainnya, mengalirkan air dingin yang terendap tak mengalir. Oh ya, aku hampir lupa, para bebek ini milik tetanggaku diujung gang rumahku. Jumlahnya sekitar 200 ekor. Biasanya suaranya sangat berisik sekali apalagi ketika subuh menjelang. Kadang au berfikir, bagaimana tetanggaku yang rumahnya berdampingan dengan peternakan bebek tersebut. Apakah mereka merasa risuh ataukah sudah terbiasa?
Aku jadi ingat kisah Donal Bebek dimajalah yang sering aku baca. Bebek cerdas ini selalu memiliki ide-ide kreatif, dan tentunya selalu ditemani beberapa temannya, termasuk gadisnya yang berpita dirambutnya, tepatnya dibulunya, si Daisy. Aku berfikir, mungkin begitulah cerita-cerita si bebek dalam ocehannya setiap hari, mereka pasti berinteraksi sedemikian rupa sehingga membuat suasana subuh seringkali berisik sekali.
Tapi tidak subuh ini, aku bebas menceritakan pada Tuhan apa yang aku inginkan. Aku bercerita mengenai pertemuanku dengan seorang perempuan muda nan cantik sore tadi. Perempuan tersebut memiliki dua orang anak. Satu laki-laki sebagai anak tertua dan satu perempuan sebagai anak kedua. Keduanya anak-anak yang manis bagiku. Jika saja aku memiliki mereka aku tentu saja mencukupkan untuk menambah anak. Rasanya sudah lengkap memiliki sepasang anak yang manis.
Usut punya usut, ternyata perempuan tersebut saat ini sedang mengandung anak ketiga. Kira-kira usia kandungannya saat ini sekitar dua bulan. Soalnya secara fisik, sang perempuan muda nan cantik ini belum terlihat tanda-tanda sedang hamil, seperti perut membesar atau badan yang sedikit sintal. Aku saja tidak mengira kalau sang perempuan nan cantik ini sedang hamil dan telah memiliki sepasang anak yang manis.
Pertemuanku awalnya perjumpaanku dengannya dimedia jejaring sosial, facebook. Aku penasaran dengannya, tentu saja karena aku punya alasan tersendiri. Pacarku bercerita mengenai kisah cinta pertamanya. Oh Tuhan, kala itu aku kalut sekali. Cinta itu ya begitu bagiku. Seperti yang pacarku ceritakan. Tapi dia tak begitu padaku. Aku merasa dunia serasa runtuh kala itu. Tak bisa aku bayangkan, aku pacarnya selama enam tahun ternyata bukanlah satu-satunya perempuan yang dicintainya.
Ternyata getaran cinta yang begitu membara bukan diawali denganku. Baiklah mungkin aku bisa mengerti, jika bukan denganku yang pertama kali getaran cinta itu. Tentu saja seharusnya getaran cinta yang membara itu saat ini untukku. Tapi mengapa aku merasa lain, getaran cinta yang membara itu masih dipendamnya untuk perempuan muda nan cantik itu. Pertemuan mereka tidak bisa dibilang singkat, karena mereka menjalani masa-masa remaja bersama.
Awalnya aku tidak ingin menemuinya ataupun mencari tahu tentang perempuan muda nan cantik ini. Namun, suatu sore aku melihat sebuah chat pacarku dan perempuan muda nan cantik yang masih terbuka dilaptop milik pacarku. Awalnya aku tidak ingin membuka dan membaca, namun aku tak kuasa menahan rasaku. Dengan sedikit keberanian yang kumiliki, aku membuka chat tersebut. Mereka membicarakan cinta mereka yang tertunda saat remaja.
Aku tertegun, mereka bilang akan saling menjaga hingga menutup mata, saling mencinta dan banyak kalimat cinta yang begitu membara. Aku tak mengatakan bahwa aku memiliki seorang cinta pertama pula. Tentu saja aku memiliki seorang cinta pertama, tapi lantas bukan berarti aku harus mencintainya hingga akhir hayat. Aku menangis, dan diam saja, tetap tertawa dan seperti tak terjadi apapun. Sore itu, tepat dihari ultahku.
Aku mengaku sebagai pacar si Andi dihadapan perempuan muda nan cantik itu. Seketika tentu saja perempuan muda nan cantik itu tertegun. Karena awal perjumpaan kami di facebook, dimulai dengan sebuah bisnis online milikku. Kebetulan bisnis online milikku termasuk bisnis online yang memiliki kredibilitas yang baik. Aku menjual perlengkapan baby lucu-lucu. Mulai dari pakaian hingga aksesoris dan perlengkapan ibu menyusui. Kebetulan perempuan muda nan cantik ini termasuk pelangganku yang sangat menyukai hampir semua koleksiku.
Sepasang anaknya pula banyak menggunakan pakaian hasil rancanganku. Kala kami bertemu sepasang anaknya menggunakan koleksi summer bernuansa pink fushia dengan model draperi digaun santai sang anak perempuan, dan kaos tak berlengan untuk sang anak laki-laki. Tentu saja, mereka kelihatan matching sekali dengan balutan hasil rancanganku. Oh ya aku lupa, aku seorang perancang pakaian anak-anak. Bisnisku ini diawali karena kecintaanku dengan anak-anak yang akhirnya menyeretku untuk serius menekuni bisnis perlengkapan bayi dan fashion anak-anak.
Sang perempuan muda nan cantik tertu saja terbelak. Dia kikuk sekali setelah aku mengenalkan jati diriku yang sesungguhnya. Aku tau, di rona wajah sang perempuan ada sedikit kepanikan yang melanda. Tentu aku tau, bagaimana yang dirasakannya, karena aku mengetahui semua percakapan membara yang mereka lakukan setiap hari kerja dibelakangku.
'tante, aku mau difotoin sama tante, terus masuk majalah ya', rengek sang anak perempuan kepadaku karena dia tau bahwa aku perancang pakaiaannya.
Tentu saja, kalimat lucu itu membuyarkan ketegangan kami berdua kala itu.
'oh dear, yeah kamu cantik sekali pakai baju itu. Iya cantik, kamu besok ajak mama ke studio tante ya', ungkapku.
'mama boleh ya, asyik Bunga mau jadi model mama', kata kalimat polosnya.
Aku mengeluarkan dua pasang kaos lucu untuk anak mereka dan aku akhiri pertemuan tersebut. Tentu bukan dengan labrak melabrak, caci mencaci ataupun aku mengatakan aku mengetahui semua prilaku mereka. Aku meninggalkan alamat studioku untuk si anak perempuan cantinya. Cukup aku tau saja siapa perempuan muda nan cantik itu. Karena aku sudah selesai.
---
Aku menutup doa subuhku dengan berlinang air mata. Karena aku tak tau bagaimana aku harus melewatinya. Matanya yang sangat tajam, hadir dalam setiap hariku. Tuhan, sungguh aku tak kuasa. Aku tak kuat, jauhkan dirinya dariku. Tapi Tuhan tetap tak menjawab. Hubunganku semakin dekat saja. Rasanya tak ada yang mampu kulakukan dengan menghindari matanya. Aku ceritakan pada Tuhan, ini bukan tentang pembalasan dendam tapi tentang anak yang ingin kukandung.
'aku ingin anak laki-laki darimu mas', bisikku ditelinganya.
'tapi tak mungkin dek, apalagi kita tak mungkin untuk menikah', elaknya.
'lantas apa ini semua?', aku mencercanya.
'hei.. kita harus rasional dan kamu sebenatar lagi akan menikah. Mintalah pada suamimu', katanya menyakitkanku.
'aku ingin anak laki-laki darimu mas', rengekku.
'ya, yakinlah. Anak laki-laki dariku suatu saat. Tapi tidak sekarang, karena aku lebih dari sekedar mencintaimu', katanya meyakinkanku.
Aku mengakhiri pertemuan pertama dengannya dengan pikiran berkecamuk. Kalimat-kalimat pesannya untukku sangat menyiksa. 'Datanglah padaku jika terjadi apa-apa dihidupmu, karena kamu punya pilihan'. Simpan rapat-rapat cintaku dan cintamu.
Aku tercengang dan tak kembali kala itu. Tuhan itu tujuh tahun silam. Sebelum lahir sepasang anak manis dari kedua perempuan muda nan cantik tadi. Sebelum laki-laki itu akhirnya pergi untuk selamanya satu bulan lalu. Ingin kupeluk anak laki-laki tadi. Wajahnya tak bisa menutupi wajah mas. Aku berlindung padamu Tuhan. Jangan kau biarkan matanya terus hidup.
Tuhan apakah itu impas?
'Ndi, maaf aku tidak bisa menikahimu', kataku.
'apa maksudmu Yu?'
'ada seorang perempuan muda nan cantik yang harus kau jaga dengan sepasang anak yang manis dan seonggok janin yang mengalir darahmu disana, seorang bayi laki-laki, yang mungin pernah aku idamkan'.
'Yu, bukan maksudku'.
'Yah, bukan maksudku pula', aku berlari dan menutup semua aksesku.
Tuhan, jauhkan aku dari Andi juga dari perasaan cintaku pada Mas. Diujung pagi, hanya terdengar suara raungan seorang bayi laki-laki, yang dulu bersemi dirahimku. Darah daging mas, yang sepanjang malam aku berdoa kepada Tuhan untuk menurunkan seorang bayi laki-laki untukku. Suaranya melengking, mengalahkan suara bebek yang biasa bernyanyi dipagi hari. Aku mengendongnya dan membawanya keluar merasakan embun pagi. Bukan untuk menyesali, tapi untuk seorang bayi laki-laki, yang kuinginkan.
Bukan bayi perempuan. Cukup ibu saja nak yang menjadi perempuan.
Bengkulu, 30 Juli 2012 (untuk bayi-bayi perempuan korban perkosaan)