Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Pemilu 2014 dan Hidden Motive DPR Indocumben

16 Juli 2012   01:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:55 159 0
Dunia perpolitikan di Indonesia mendudukkan tahun 2014 sebagai tahun "penting" karena disana ada Pemilu, baik untuk pemilihan presiden maupun anggota parlemen (MPR dan DPR). Intinya, pergantian kepemimpinan bagi suatu negara merupakan hal krusial dalam dunia politik. Kesempatan perubahan kepemimpinan, bagi calon incumbent dan calon non-incumbent mempunyai sisi psikologis yang berbeda. Incumben masih ingin mempertahankan atau masih berpengaruh terhadap kedudukan yang dipegang saat ini. Bagi calon non incumbent, keinginan berkuasa mungkin dilandasi oleh motif mulia, ingin adanya perubahan atau motif kekuasaan semata. Tidak bisa dipungkiri, hampir semua aspek kehidupan terpengaruh terhadap fenomena ini.

Demikian halnya dengan pembahasan anggaran 2013, satu tahun menjelang 2014, juga terpengaruh. Aroma "2014" dalam pembahasan anggaran antara Pemerintah dengan DPR mulai tercium. Para anggota dewan yang terhormat yang biasanya hanya bertanya seputar hal-hal yang strategis, mulai mempertanyakan hal-hal yang sifatnya operasional. Tidak saja sebatas membahas kebutuhan anggaran kementerian/lembaga yang menjadi mitra-kerjanya dalam mencapai prioritas-prioritas pembangunan nasional, tetapi juga mempertanyakan bagaimana capaian dan efektifitas kegiatan di lapangan.

Pembahasan anggaran antara Pemerintah yang diwakili kementerian/lembaga dengan DPR bertujuan mencapai kata sepakat atas usulan anggaran Pemerintah untuk mencapai target kinerja yang diharapkan. Namun perlu dipahami semua pihak bahwa kedudukan DPR dalam proses pembahasan anggaran lebih tinggi dibanding Pemerintah. Secara psikologis kementerian/lembaga berupaya meyakinkan anggota DPR agar menyetujui besaran anggaran dan capaian kinerjanya.

Logika orang awam, pastinya anggota DPR akan menanyakan beberapa hal yang terkait dengan efektivitas dan efisiensinya suatu kebijakan yang akan dilaksanakan. Pertanyaan yang diajukan anngota dewan biasanya seperti: mengapa memilih kebijakan atau suatu kegiatan; apa target akan dicapai; serta berapa kebutuhan angaran yang dibutuhkan. Kondisi ideal pembahasan anggaran harusnya seperti itu. Namun demikian, bagaimana jika anggota DPR tidak sepakat atau kurang yakin akan data dan capaian yang diusulkan oleh kementerian/lembaga; atau bagaimana kalau anggota DPR meminta difasilitasi untuk melihat secara langung kondisi di lapangan. Pada pertanyaan terakhir inilah, aroma "2014" tercium sangat kuat.

Selaku pengawas, DPR tentu saja boleh mengamati kegiatan yang sedang dieksekusi oleh kementerian/lembaga. Bagi kementerian/lembaga pengawasan juga tidak ada masalah. Keduanya berjalan sesuai koridor tugas-fungsi dan tentunya juga dengan dukungan anggaran dari masing-masing institusinya.

Pertanyaannya yang ada dibenak kita: apakah angggota DPR diperbolehkan untuk difasilitasi oleh kementerian/lembaga dalam menjalankan tugasnya; sampai sejauh mana fasilitasi yang diminta anggota DPR tersebut diakomodasi; atau bagaimana pertanggungjawaban fasilitasi anggota dewan tersebut.

Jika dilihat tugas-fungsi DPR sebagai pengawas kebijakan Pemerintah, DPR berhak turun lapangan memantau pelaksanaan kebijakan, waktu turun ke lapangan ini disebut reses. Anggaran yang mendukung berasal dari anggaran DPR tentunya, tidak tergantung oleh institusi lainnya. Pengawas harus independen dalam merumuskan dan menyatakan apa yang telah dilihat.

Dalam konteks fasilitas yang diminta anggota DPR terkait dengan pelaksanaan tugas-fungsi kementerian/lembaga, harus dicermati mengenai tugas masing-masing pihak, sebagai legislatif dan sebagai eksekutif. Fasilitas ini harus dilihat sebagai koordinasi di lapangan, bukan meminta fasilitas pelayanan nomor 1 untuk akomodasi dan tiket pesawat, selaku anggota dewan yang terhormat. Jika seperti ini yang terjadi, suara atau pendapat anggota DPR menjadi tidak nyaring lagi dalam melihat permasalahan yang ada. Apalagi memang anggota dewan yang meminta dengan maksud, sekalian sosialisasi dan koordinasi untuk persiapan Pemilu 2014, bagi dirinya. Disamping itu, kementerian/lembaga pastinya hanya fokus mendampingi dan melayani kepentingan anggota DPR selama kunjungan, bukan fokus kepada tugas-fungsinya dalam melaksanakan kegiatannya.

Dalam hal fasilitasi yang diminta anggota DPR berupa fasilitas akomodasi selama kunjungan, kondisi ini memberatkan pada pengelola keuangan kementerian/lembaga, terutama dalam pertanggungjawabannya. Fasilitas yang nomer satu tersebut, tentunya membebani anggaran dan juga tidak sesuai dengan rencana kerja kementerian/lembaga mitra kerjanya.

Salah satu kreativitas atau akrobat yang dilakukan pengelola keuangan untuk menambal pengelauran para anggota DPR ialah membuat kegiatan yang sifatnya pendukung. Konsep acaranya legal dan dapat dipertanggungjawaban tetapi esensinya, adalah mendukung kegiatan para anggota dewan, bukan substansi tugas-fungsi K/L.

Dilihat dari sisi pertanggungjawaban, semua kegiatan dalam rangka pencapaian target kinerja kementerian/lembaga harus dapat dipertanggungjawaban, baik secara administratif maupun substantif. Disinilah peran para auditor untuk memeriksa dari sisi kinerja, efektivitas kegiatan bersama anggota DPR. Dari sisi pertanggung jawaban administratif masih dapat dipertanggungjawabkan meskipun dengan sedikit akrobat.

Sinyalemen mengenai anggota DPR yang menumpang anggaran negara dalam persiapan Pemilu 2014 sebenarnya sudah tercium aromanya, jauh sebelum tahun pemilihan. Kesan buruk atas indikasi ini terpulang kepada nurani masing-masing anggota DPR. Akan lebih elegan apabila anggota DPR tidak meminta fasilitas berlebihan kepada kementerian/lembaga sebagai mitra kerjanya. Perlu para anggota DPR ketahui bahwa setiap rupiah yang dikelola pejabat pengelola keuangan yang nota bene adalah PNS golongan II atau III harus mempertanggungjawabkan kepada auditor. Jangan sampai para pejabat pengelola keuangan yang tidak merasakan perjalanan dinas tersebut harus pontang-panting membuat SPJ fiktif untuk menopang kepentingan anggota DPR.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun