Ak tak benar-benar tidur setelah mati telepon darimu. Ntahlah, tapi terekam sekali kalimat darimu. Bahkan saat menuliskan ini ak masih ingat jelas bagaimana perasaanku malam itu. Iya, lukanya masih bisa ak rasa sampai saat ini.
Tapi, ak tak bermaksud memojokkanmu dengan tulisan ini. Ak hanya kehabisan keberanian untuk mengajakmu bicara lagi. Ak juga tak berniat membuat pembelaan melalui tulisan ini. Karena mungkin kecewamu takkan luntur hanya karena bait demi bait tulisanku ini.
Ak benar-benar berterima kasih kepadamu. Kalimatmu membuatku sadar, bahwa ak memang harus menjaga semua yang Tuhan titip padaku. Ak harus menjaganya demi laki-laki yang menjadi cinta pertamaku; bapak. Dan ak harus menjaganya demi laki-laki yang nanti akan menjadi cinta terakhirku; suami.Â