Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Novel Superhero Indonesia: Experiment No 36 (Part 4)

15 Januari 2015   13:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:06 66 0
4 hari sudah Bagas dengan masker di wajahnya diam-diam mengikuti Rani kemanapun ia pergi sepulang kuliah. Beruntung sejauh ini keadaannya aman-aman saja. Tidak ada monster yang menyerang, tidak ada perampokan, dan tidak ada hal-hal yang membahayakan lainnya.

Tapi sore ini keadaannya berubah

Di dalam bus, Bagas seperti biasa duduk di bangku paling belakang sambil memperhatikan Rani. Rani duduk di bangku di bagian tengah bersebelahan dengan seorang ibu-ibu. Tiba-tiba bus berhenti untuk menaikan penumpang, ada 2 orang masuk dari pintu depan bus. Salah satunya dari 2 orang tersebut berperawakan kurus hitam, bertato, tinggi, dan berambut panjang keriting terurai hingga pundaknya. Ia masuk sambil mengobrol dengan temannya yang lebih pendek darinya, berambut cepak, berkumis, memakai jaket dan berkaca mata hitam. Ketika mereka masuk beberapa penumpang tampak berwajah tegang, mereka sepertinya mengetahui aura jahat yang terpancarkan dari kedua orang ini.

Bagas terperangah ketika melihat kedua orang itu, mereka adalah preman yang merampok dan menikamnya beberapa waktu yang lalu. Perasaaan Bagas mulai gelisah bercampur dendam amarah kepada kedua preman tersebut. Terutama preman yang berambut gondrong keriting karena dialah orang yang menikam dan mengambil uangnya.

Kedua orang itu berdiri tepat di sebelah bangku dimana Rani duduk disitu. Selama beberapa menit mereka tampak larut dengan pembicaraan mereka sendiri tanpa mempedulikan penumpang yang lain, suara keras dan tawa lantang mereka membuat suasana bus tersebut menjadi semakin tidak nyaman. Bagas yang berada di belakang sama sekali tidak tertarik dengan perbicaraan dari kedua orang tersebut, matanya tajam fokus memperhatikan tindakan mereka.

Tangan Bagas mulai dikepalnya kuat-kuat dengan kondisi siap menyerang kapan pun jika kedua preman itu berbuat macam-macam kepada Rani maupun penumpang lainnya. Tiba-tiba, si preman berambut gondrong menoleh ke arah Rani. Lalu ia menyikut temannya sambil memotong pembicaraan temannya itu.

“Bro, cewek cakep bro” ujar preman berambut panjang itu ke temannya

“Hahahaha, dah embat aja lay” tantang temannya dengan logat Batak


Rani memalingkan wajahnya dari kedua preman itu ke arah jendela di dekatnya, tangannya memegang erat tasnya yang berada di pangkuannya. Bahasa tubuhnya menunjukkan bahwa dia sangat tidak nyaman dengan hadirnya kedua orang itu.

Segera Bagas berdiri dari bangkunya, lalu berjalan menuju kedua preman itu berada. Wajah Bagas sudah menunjukan ekspresi marah, matanya menatap tajam kearah mereka, nafasnya pun keluar dengan begitu cepatnya.

Tiba-tiba preman berkaca mata menepuk pundak temannya yang sedang memperhatikan Rani dengan muka “mupeng”nya

“Lay, kita turun disini. Kita kelewatan ini. Pir kiri pir !” teriak preman berkaca mata hitam dengan logat Batak


“Ah, ganggu aja lu nyet ! Bentar lah” cetus preman gondrong

“Yeh, cepetan lay. Ntar si Boss marah” ujar preman sambil menarik pundak temannya itu.

“Iya-iya ! Bawel banget sih lu !” omel preman gondrong sambil menoleh ke belakang dan melepaskan cengkraman temannya

Setelah melepaskan cengkaraman itu, preman gondrong kembali melihat ke arah Rani.

“Dadah sayang, Abang turun dulu ya. Muachhh… Hihihihi” canda preman gondrong sambil memonyong-monyongkan bibirnya

Tentu saja Rani tidak mempedulikan preman gondrong tersebut dengan tetap memandang ke arah jendela. Perasaan jijik namun bercampur lega menyelimuti dirinya karena pada akhirnya kedua pengganggu itu telah turun. Bagas pun ikutan lega karena tidak terjadi apa-apa terhadap Rani dan penumpang lainnya, namun ketika bus kembali berjalan Bagas tiba-tiba berinisiatif untuk membalaskan dendamnya kepada kedua preman itu

“Stop-stop Bang !” teriak Bagas ke arah supir

Bus kembali menepi, suasana seperti adegan slow motion dirasakan Bagas ketika ia menuruni tangga bus sambil melihat kearah Rani dari belakang

“Rani, kamu pulang hati-hati ya. Abangmu ini akan menghajar preman-preman itu yang tadi gangguin kamu.” kata Bagas dalam hati

Bagas setengah berlari mengikuti kedua preman itu. Dendam amarah Bagas begitu kuat hingga rasa takut dan trauma tak ia rasakan sama sekali.

Mereka pun tiba disebuah lorong sepi menuju gedung proyek yang tak selesai dibangun. Tembok-tembok penuh corat-coret menghiasi lorong tersebut. Saat merasa waktu ini adalah saat yang tepat, Bagas pun berteriak ke arah kedua preman itu. “Woi, preman bangsat !”

Kedua preman itu menghentikan langkah mereka lalu menoleh ke arah belakang untuk mencari sumber suara itu berasal. Mereka hanya melihat Bagas di situ, dan mereka tahu siapa yang berteriak tadi.

“Hei anjing ! Ngomong apa lu bangsat ?” teriak preman gondrong

“Anjing lu berdua, lu ga inget muka gw bangsat ? Balikin duit gw bangsat !“ teriak Bagas dengan penuh emosi sambil melepas masker yang ia pakai


“Heh bocah anjing, berani lu sama gw, anjing !” teriak preman gondrong berjalan maju.

“Udah serang aja lay. Anjinggg !” teriak preman berkaca mata hitam sambil berlari menuju Bagas

“Maju lu bangsat !” teriak Bagas berlari menuju preman berkaca mata hitam

Laju lari Bagas yang sangat cepat, membuat preman berkaca mata hitam kaget. Sosok Bagas dalam sekejap mata sudah berada didepannya, dengan tangan dikepal ke belakang bersiap melayangkan pukulan keras. Tak sempat berpikir untuk mundur atau menangkis serangan, bogem mentah Bagas mendarat ke wajah preman tersebut.

“Krak !” terdengar suara tulang tengkorak yang retak.

Tubuh preman tersebut pun terbang terpental, sedangkan Bagas terjatuh karena kehilangan keseimbangan setelah memukulnya

Melihat tubuh temannya yang terpental jauh dengan hanya sekali pukul membuat preman gondrong tampak diam sejenak tak percaya, ketika pandangannya berpaling ke arah Bagas yang kembali berdiri, maka segera berlarilah preman tersebut menuju gedung proyek tersebut sambil meminta tolong.

“Tolong !” teriak preman gondrong berlari menghindari Bagas

Bagas pun berlari dengan kecepatan tinggi menuju preman gondrong itu dan melompat menangkapnya. Hup ! Dapat ! Preman yang jatuh tersungkur setelah ditangkap Bagas itu meronta-ronta minta tolong. Bagas membalikan tubuh preman tersebut sambil menindihnya. Preman yang ketakutan itu berusaha menutupi wajahnya dengan tangannya

“Lu inget gw ga bangsat ?! Lu inget gw ga ?!” teriak Bagas sambil menarik tangan preman


“Ampun bang, ampun….” Pinta preman tersebut meronta-ronta menutupi wajahnya dengan tangannya

“Maksud lu apa ampun-ampun ?!” teriak Bagas sambil mencoba mengenggam tangan preman yang tak bisa diam itu

Karena terus meronta-ronta, Bagas yang emosi memukul lengan kanan preman itu.

“Diem bangsat” teriak Bagas saat melayangkan tinjunya

“Krak !” bunyi suara tulang lengan yang patah

“Huaagggg ! Sakit !” teriak preman kesakitan

“Sakit ya? Hahahaha, lu rasain apa yang gw rasain kemaren. Pisau lu mana-pisau lu mana ?” ujar Bagas sambil menggeledah preman itu.


Bagas kesetanan

“Ampun bang… ampun bang…” tangis preman itu

“Mana bangsat?! Pisau lu taro mana?!” teriak Bagas dengan penuh emosi

“Duar !” tiba-tiba suara letusan terdengar

Suasana menjadi sunyi

“Ughh… apa ini ? Dada gw panas kaya kebakar. Sakit…. !” dalam hati Bagas kebingungan.

Ia pun menoleh pelan ke arah depan, tampak 5 orang berjejer di depannya dan salah satunya sedang memegang pistol yang masih mengeluarkan asap.

“Pistol ? “ pikir Bagas dengan ekspresi tak percaya

“Duar !” suara pistol pun terdengar kembali

Bagas jatuh terlentang, dia tertembak 2 kali di dada. Ia pun rubuh

“Ya Tuhan, apa yang telah terjadi ?”

“Dadaku sakit ya Tuhan, tolong….”

“Nafasku sesak….”

“Ya Tuhan, pandanganku mulai gelap. Dingin….”

“Aku akan mati ? Lagi ? Mama… mama… aku mau mama…”

Bersambung…

Cerita sebelumnya :

Part 3

Part 2

Part 1

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun