Bagaimana dengan mereka yang hidup sendiri tidak menikah bukan karena pilihan melainkan karena keadaan? Ada banyak orang yang ingin menikah tetapi tidak dapat menemukan pasangan. Yang lain kehilangan pasangan karena meninggal, pisah atau cerai. Bagi sementara orang, perkawinan tidak dapat mereka jadikan pilihan karena tidak mampu untuk orientasi seks atau keadaan fisik. Ini tidak menyarankan bahwa perkawinan adalah normal dan hidup sendiri merupakan gaya hidup kelas dua, tetapi untuk mengakui bahwa kadang-kadang impian-impian kita tidak dapat diwujudkan. Di antara kita tak ada orang yang bebas-sebebasnya dan pilihan-pilihan kita kerap terbatas.
Yang paling penting adalah bahwa orang menanggapi kehadiran Allah yang penuh rahmat dan panggilan-Nya untuk hidup bersatu mesra dalam keadaan hidupnya yang konkret dan khusus. Disinilah terutama bidang-bidang pilihan terbuka. Kita dapat tetap tertutup pada diri sendiri dan merasa sakit hati karena peristiwa-peristiwa hidup dan keadaan  dalam hidup kita yang tidak dapat kita kendalikan. Kita dapat berusaha mengisi kekosongan dan kesendirian kita. Kita dapat membuka diri terhadap Allah yang selalu bersama kita untuk menarik harapan dari kekecewaan, kebaikan dari keburukan, hidup dari kematian.
Justru disinilah masing-masing di antara kita harus menjumpai salib, dari kematian dan kebangkitan Yesus menuju ke hidup yang baru, ini merupakan pola bagi mereka yang memilih untuk mengikuti Yesus. Hidup sendiri, bahkan jika terpaksa oleh keadaan, dapat menjadi panggilan, pilihan Allah dalam misteri hidup kita sendiri dan perayaan iman yang menggembirakan. Menjalaninya sebagai panggilan adalah membiarkan diri kita diubah oleh rahmat.
Panggilan untuk hidup sendiri, seperti panggilan lain, perlu di pupuk dengan doa dan ibadat dan diungkapkan dalam suatu kepedulian bagi komunitas yang lebih luas. Jika merupakan perayaan yang autetik atas kehadiran hidup Allah dalam hidupnya, hidup sendiri itu harus terbuka bagi orang-orang lain. Orang-orang yang hidup sendiri bebas untuk mencintai degan cinta yang tidak eksklusif yang menyambut dan menghargai semua orang yang mereka jumpai. Mereka lebih bebas untuk melayani (Tuhan dan sesama).