Perbedaan-perbedaan yang muncul dalam suatu kumpulan adalah hal lumrah yang sering ditemui dalam kehidupan. Manusia sebagai objek yang sangat abstrak dan kompleks tentunya memiliki berbagai unsur yang kian kini meninjauannya belum pernah usai baik dalam perbedaan dan persamaannya. Dalam pandangan inilah, berbagai konflik dari satu aspek ke aspek yang bergejolak. Konflik juga dipandang sebagai gejala umum yang terjadi dimasyarakat akibat adanya interaksi sosial. Dalam artian, konflik menjadi bagian yang sangat melekat didalam kehidupan bermasyarakat. Konflik yang memaparkan adanya perselisihan diakibatkan oleh adanya proses sosial yang terjadi antara individu maupun kelompok yang berusaha untuk menyingkirkan pihak lain dalam suatu masalah yang terjadi.
Dalam pandangan antropologi, konflik diakibatkan oleh salah satunya yaitu perbedaan kebudayaan. Cara manusia yang berbeda-beda dan akhirnya mendarah daging ke dalam suatu kelompok yang besar menyebabkan kemungkinan besar terjadinya konflik. Hal ini dibuktinya maraknya perang saudara yakni perang didalam satu kesatuan terutama terdapat di Indonesia yang terkenal dengan multikulturalnya. Berbagai macam cara manusia melakukan sesuatu dan diproses dalam kehidupan sosial serta faktor letak dan luasnya geografis Indonesia menjadikan Indonesia sebagai negara rentan akan konflik. Meskipun demikian, konflik memiliki fungsi secara implisit. Menurut Saifuddin (2006:326) menjelaskan bahwa konflik dianggap menyumbang bagi terpeliharanya sistem sosial. Selain itu, fungsi-fungsi konflik dijelaskan bahwa konflik berfungsi mencegah dan mempertahankan identitas dan batas-batas kelompok sosial dan masyarakat dalam artian, konflik memberikan solusi sebagai mempertahankan identitas yang menjadi keutamaan kelompok dalam eksistensi kehidupan bermasyarakat. Kemudian, Konflik dapat melenyapkan unsur-unsur yang memecah belah dan menegakkan kembali persatuan dalam artian, konflik sebagai penjembatan untuk menemui titik temu unsur-unsur yang menjadi faktor perselisihan antar individu ataupun kelompok. Hal ini kemudian memberikan arahan menuju tegaknya persatuan dengan ditemukan titik-titik yang membuat memecah belah tersebut sehingga, mengangkatlah fungsi sebagai stabilitas sosial. Lalu, Konflik berfungsi sebagai menghasilkan mobilisasi energi dari suatu kelompok dengan kelompok lain dan memberikan efek kepada para anggota kelompok yang bersangkutan terjadinya kohesi setiap kelompok ditingkatkan. Dipandang juga bahwa Konflik dapat berfungsi menciptakan jenis-jenis interaksi yang baru diantara pihak-pihak bertentangan yang sebelumnya tidak ada dalam artian konflik memberikan peluang terjadinya pembaharuan sistem atau norma yang berlaku dalam rangka mewujudkan kestabilan sosial. Pada akhirnya, Konflik juga dapat berfungsi mempersatukan orang-orang atau kelompok-kelompok yang tadinya tidak saling berhubungan. Di dalam fungsi ini, konflik diharapkan sampai ke tujuan penyelesaian sehingga terwujudnya persatuan diantara perselisihan.
Tujuan penyelesaian dari sebuah konflik dapat diwujudkan melalui kehadiran konsensus. Konsensus diistilah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah kesepakatan kata atau permufakatan bersama (mengenai pendapat, pendirian,dsb) yang dicapai melalui kebulatan suara. Selain sebagai tujuan penyelesaian konflik, konsensus dinilai sebagai daya ikat pencegahan terjadinya konflik. Pencegahan disini dijelaskan bahwa adanya kesepakatan bersama dalam penilaian benar atau salah suatu hal yang memberikan daya ikat untuk dipatuhi oleh segenap masyarakat. Artinya, pelanggaran terhadap konsensus dianggap sebagai kejahatan terhadap masyarakat. Dalam hal ini juga, konsensus terkait dalam undang-undang yang akan berhubungan dengan adat istiadat sehingga, Menurut Sumner (1906) bahwa pembuatan Undang-undang tidak dapat mengubah adat-istiadat dengan cepat dan mudah dan bahwa semua hukum mengalir secara langsung dari adat-istiadat atau bahwa hukum tidak dapat memasukan perubahan sosial manapun. Dengan teori ini dimaksudkan bahwa adat istiadat tidak serta merta dipengaruhi oleh undang-undang dan memberikan perubahan yang signifikan bahkan hukum tidak dapat memasukan perubahan sosial manapun tetapi, penerimaan masyarakat akan undang-undang tetap berjalan secara normatif.
Dalam uraian diatas bahwa konflik dan konsensus terdapat hubungan dalam aspek kebudayaan. Perbedaan kebudayaan menjadi salah satu terjadinya konflik. Selain itu, terjadinya konflik mengakibatkan lahirnya konsensus yang memberikan keputusan bersama yang dapat mempertahankan kebudayaan atau bahkan sebaliknya.
Sumber : Saifuddin,ahmad fedyani. 2006. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada
http://bangudin22.blogspot.com/2013/05/konsensus-dan-konflik-dalam-prespektif.html , diakses tanggal 31-05-2014 pukul 15.51