Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Super Susi

28 Oktober 2014   18:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:26 204 0
Selain "Super Puan" Maharani--cucu Sang Proklamtor Bung Karno, putri Megawati Soekarnoputri, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kabinet Kerja--Susi Pujiastuti adalah super perempuan lain dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK. Namanya menjadi super pembicaraan karena banyak faktor: sekadar lulusan SLTP, perokok, bersuamikan orang asing (bahkan ada media yang menyebutnya pernah kawin-cerai), bertato, dan yang pasti pengusaha.

Kontroversi tentang tingkat pendidikan menjadi penting ketika konteks saat ini dihadapkan pada gelora memacu kualitas manusia Indonesia. Dalam Kabinet Kerja, Susi seakan menjadi pengecualian. Bahwa seorang warga negara mana pun bisa menjadi menteri, dengan pendidikan tingkat SLTP sekali pun.

Debat pepesan kosong memihak ke kiri dan kanan, pro dan kontra terhadap poin ini. Belakangan perdebatan semakin asyik ketika poin perokok, bersuamikan lelaki asing dan kawin-cerai, bertato, bahkan (maaf) senang tidak memakai bra juga dimunculkan. Tiba-tiba kita dihadapkan pada pilihan yang harus dibenarkan bahwa perempuan perokok itu bukan masalah, bersuamikan lelaki asing juga bukan masalah, perempuan bertato juga bukan masalah, serta seribu bukan masalah lain.

Kan beliau menteri? Pejabat pemerintah? Panutan masyarakat?

Perdebatan boleh berlanjut. Bahkan, dengan ribuan argumen. Dan, kita jangan terlalu ambil pusing soal perannya sebagai "pengusaha paus" yang diduga berperan untuk mendukung kampanye Jokowi-JK. Kalau boleh berasumsi, poin ini yang paling logis untuk menghantarkannya ke jabatan menteri.

Kalaupun benar, terus kenapa juga ia harus jadi menteri? Bukankah kesibukannya sangat bejibun dan biasanya lebih hebat dibandingkan seorang menteri? Dan kalau biacara dari sisi pendapatan, penghasilan sebagai pengusaha jauh lebih menggiurkan ketimbang menteri?

Inilah peristiwa politik yang melibatkan Super Susi.

Cara paling tepat untuk menyikapi peristiwa ini, ya melihatnya bekerja.[]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun