Pembahasan dalam artikel kali ini bukan membahas mengenai
Rock Band asal Bali yang digawangi oleh Boby Kool, Eka Rock, dan Jerinx namun, artikel ini akan membahas topik yang sedang hangat di masyarakat, yakni kalahnya wafer merek “SUPERMAN” (makanan ringan berbungkus oranye yang tentu tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia tahun 90-an milik PT. Marxing Farm Makmur) oleh DC Comics (penerbit komik Amerika Serikat pemilik karakter “SUPERMAN”) dalam gugatan pembatalan merek di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari rabu 25 November 2020 lalu.[1] Perseteruan antara keduanya dalam permasalahan merek sebenarnya bukanlah hal yang baru. Dua tahun lalu, tepatnya pada 3 April 2018, DC Comics pernah mengajukan gugatan serupa mengenai pembatalan merek Superman milik PT. Marxing Farm Makmur kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat namun sayangnya gugatan tersebut dinyatakan tidak diterima (
niet on vanklicht verklaara) bahkan hingga di tingkat kasasi sekalipun.[2] Terdapat beberapa pertimbangan hakim yang cukup menarik di balik menangnya gugatan DC Comics kali ini, salah satunya adalah dikualifikasikannya merek “SUPERMAN” (milik DC Comics) sebagai merek terkenal sehingga secara otomatis menjadikan DC Comics sebagai pemilik hak eksklusif merek tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, mari kita telaah lebih jauh lagi soal konsep perlindungan merek terkenal di Indonesia dari sudut pandang ilmu hukum.
KEMBALI KE ARTIKEL