Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Jangan Abadikan Pengkhianat Bangsa Sebagai Nama Jalan!

17 Agustus 2010   06:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:58 498 0
SAYA terkadang suka bingung membedakan antara pejuang dengan pengkhianat bangsa.  Kebingungan saya ini bukan tanpa sebab. Banyak dulu bekas pejuang kemerdekaan yang disebutkan dalam sejarah telah membelot masuk hutan, membentuk kekuatan militer, dan melakukan perlawanan bersenjata kepada  negara. Di antara mereka yang jelas-jelas hendak merongrong kedaulatan bangsa ini, ada yang tewas diberondong peluru TNI. Tapi sayangnya, di era kekinian, tidak jarang dari mereka itu justru diabadikan sebagai nama jalan. Pengabadian nama jalan ini sepatutnya menjadi perhatian pemeritah pusat. Di daerah, banyak nama-nama bekas pejuang yang kemudian mengkhianat kepada bangsa ini justru dijadikan nama jalan strategis. Tidak jarang mereka menggeser nama pejuang yang sesungguhnya, yang telah mewakafkan dirinya secara total kepada bangsa ini. Bagi pahlawan, mereka tentu tidak pernah berharap namanya akan diabadikan sebagai nama jalan. Mereka berjuang tanpa pamrih atas kesadaran sebagai bangsa yang ingin melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Kesadaran sebagai bangsa ini mendorong mereka berjuang untuk merdeka. Akan tetapi, meski tanpa pamrih, pemerintah seharusnya bisa menghargai perjuangan mereka itu. Menempatkan nama mereka yang telah berkhianat kepada bangsa ini sebagai nama jalan, adalah bukti nyata betapa negara tidak menghargai jasa pahlawan. Untuk itu, mungkin sudah saatnya ada peraturan terkait dengan nama jalan, khususnya yang bersentuhan dengan nama orang,  bahwa tidak dibenarkan adanya nama jalan yang diambil dari nama orang yang pernah mengkhianati bangsa ini.  Peraturan ini sejatinya dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Kenapa harus peraturan pemerintah pusat, karena yang diharapkan adalah adanya keseragaman secara nasional. Di samping itu, sulit diharapkan pemerintah daerah untuk melakukan itu. Di era desentralisasi, kekuasaan terpusat kepada kepala daerah. Tidak menutup kemungkinan adanya kepala daerah yang anak pengkhianat dan telah mengabadikan nama orangtuanya sebagai nama jalan. Tentu saja mereka tidak ingin kehilangan muka untuk mengenyahkan nama orang tuanya sebagai nama jalan, walau sejarah sendiri telah menyebutnya sebagai pengkhianat. Sejarah memang tak pernah bohong. Sejarah itu telanjang, apa adanya. Akan tetapi, para penulis sejarah terkadang berbohong dan menutup-nutupi fakta yang sesungguhnya, sehingga tak jarang kita menemukan nama pengkhianat bangsa di kemudian hari malah dikesankan sebagai pahlawan. Menurut sejumlah literatur, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani,  sedangkan dalam aturan resmi Indonesia, seorang pahlawan juga memiliki kriteria bahwa tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang merusak nilai perjuangannya. Jadi sebaiknya, kita mengacu saja pada kriteria di atas untuk menentukan kriteria nama jalan yang menggunakan nama orang. Bahwa apabila dia itu seorang pejuang lalu pernah melakukan perbuatan tercela yang merusak nilai perjuangannya, maka namanya tidak boleh diabadikan sebagai nama jalan. Jika diabadikan, maka ini adalah dosa negara yang secara nyata mengingkari  perjuangan para pahlawan kita. Merdekaaa...!!!! Watampone, 17 Agustur 2010 A. SYOEKRY AMAL Catatan: ilustrasi diunduh dari SINI

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun