Sepuluh November, hari dimana kita (rakyat Indonesia) memperingati hari pahlawan. Hari yang penuh sejarah bagi rakyat Indonesia, utamanya Surabaya.
Hari dimana terjadi pertempuran besar antara arek-arek Suroboyo dan tentara Belanda Inggris (NICA). Pertempuran ini menimbulkan ribuan nyawa melayang dari kedua belah pihak. Mayat bergelimangan di jalan-jalan, sungai, rumah dan gedung. Suara meriam, granat, martil bergemuruh, ledakan terjadi silih berganti, jeritan pemuda menggema tanpa henti.
Merdeka atau mati.
Hari dimana semangat juang pemuda Surabaya benar-benar di uji, dengan hanya bermodal bambu runcing, mereka maju tanpa gentar melawan penjajah bersenjata lengkap.
Puncaknya pada 10 November sesaat setelah kematian Brigadir Jendral Mallaby, pihak Inggris murka dan mengeluarkan ultimatum penggempuran seluruh Kota Surabaya dari segala penjuru.
Kota Surabaya saat itu benar-benar chaos. Pertempuran berlangsung selama 24 hari penuh. Lewat doa, usaha dan pengorbanan seluruh rakyat, akhirnya tentara sekutu dapat dipukul mundur dari Kota Surabaya.
Untuk mengenang jasa para pemuda yang gugur dalam pertempuran tersebut, maka pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.
PENCETUS HARI PAHLAWAN
Penetapan 10 November sebagai hari pahlawan tidak lepas dari sosok dibalik layar yang menjadi sumber pemikiran. Sebut saja Soemarsono, beliaulah yang mengusulkan penetapan 10 November sebagai hari pahlawan.
Beliau lahir di Kutoarjo, 22 September 1921. Ia merupakan sosok pemuda yang berperan besar dalam pertempuran di Surabaya dan G30SPKI di Madiun. Ia bersama pemuda Surabaya berjuang digaris depan, akibat dari peristiwa ini, teman Soemarsono banyak yang gugur di medan perang. Beruntungnya Soemarsono bisa selamat.
Saat Rapat Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BPKRI) 4 Oktober 1946, Soemarsono mengusulkan agar setiap 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Soemarsono menilai bahwa pertempuran di Surabaya tersebut harus selalu dikenang, sebab pertempuran tersebut menunjukan keperkasaan dan betapa heroiknya para pemuda Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan tanpa rasa takut.
Semua anggota pada forum, termasuk Soekarno pun menyetujui usulan tersebut. Maka pada saat itu juga, 10 November 1946 di Yogyakarta Hari Pahlawan pertama kali diperingati. Sejak saat itu, 10 November resmi menjadi Hari Pahlawan sampai sekarang.
KEHIDUPAN DI MADIUN
Setelah rapat BPKRI, kehidupan Soemarsono tidaklah beruntung, meski beliau termasuk pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan, ia tidak mau dianggap sebagai pahlawan, menurutnya pahlawan sesungguhnya yaitu semua rakyat yang berjuang dan gugur membela tanah air.
Beliau pun pergi dari Surabaya menuju Madiun, disana ia bergabung pada Laskar Kiri Komando Pertahanan pimpinan Amir Syarifudin bersama Joko Sujono dan berpangkat perwira tinggi.
Beliau menjadi pimpinan yang mengomandoi pemberontakan terhadap Tentara Nasional Indonesia(TNI) di Madiun pada 18 September 1948. Soemarsono dan rekan-rekannya pun diburu oleh pasukan pertahanan Indonesia.
Soemarsono bersama Front Demokrasi Rakyat membentuk Pemerintahan Front Nasional, ia pun diangkat sebagai Gubernur Militer Madiun. Belum lama, pada 27 September 1948 TNI berhasil menguasai Madiun. Soemarsono dan kawan-kawannya banyak mengalami kerugian.
KEPERGIAN
Ia pun kabur dan mendiami wilayah kependudukan Belanda. Setelah peristiwa G30SPKI 1965, ia ditangkap oleh pasukan keamanan Indonesia dan dijatuhi hukuman penjara selama 9 tahun. Setelah bebas dari penjara, ia pergi mengasingkan diri ke Australia dan pindah kewarganegaraan. Soemarsono meninggal pada 8 Januari 2019 di Sdyney Australia.
Meskipun menjadi pahlawan di pertempuran Surabaya, Soemarsono masih dianggap antek PKI. Soemarsono pun menjadi pejuang tanpa title pahlawan.