Ironis memang mendengar pernyataan ketua PSSI kita. Target yang terlalu muluk untuk negeri yang bagi orang barat disebut 'antah-berantah' dalam hal sepak bola. Bolehlah sebagai masyarakat awam kita disuguhi tim-tim yang berkualitas macam Belanda, Arsenal, Liverpool, Chelsea, ataupun pemain-pemain bintang yang datang ke Indonesia. Setidaknya juga ajang pembelajaran bagi pemain timnas agar terbiasa bermain dengan gaya kelas dunia. Tidak hanya sekedar mengumpan ataupun menendang, tapi juga bagaimana bermain bola yang baik.
Kompetisi Indonesian Super League ataupun Indonesian Premier League hanya unggul soal keramaian. Terutama suporter-suporter yang semakin hari semakin kreatif dan fanatik. Akan tetapi sekali lagi yang dihitung adalah prestasi bukan fanatisme. Tengok berapa klub yang bisa disebut 'profesional'? Hanya segelintir bukan! Hal ini semakin miris ketika sebuah kompetisi menggembor-gemborkan adanya 'profesionalitas' tapi hasil masih nol besar. Bukan merendahkan para pejabat PSSI tapi kenyataan berkata demikian.
Jadi menjadi tuan rumah piala dunia bukan menjamin meraih prestasi. Alangkah lebih baik perbaiki kualitas sepak bola negeri ini dulu daripada menarget hal yang masih abu-abu. Boleh menjadi tuan rumah akan tetapi bukan waktu di peringkat 170 dunia. Secara realistis hanya akan menjadi bulan-bulanan negara lain yang menganggap Indonesia negara instan.
BERPIKIRLAH ULANG MR. PROFESOR!