Terlahir 35 tahun yang lalu, dari istri kedua Khadafy. Aisha menamatkan gelar doktor pada bidang hukum, dan juga berprofesi sebagai seorang pengacara internasional. menikah masih dengan saudara mereka sendiri yang bernama Ahmed al-Gaddafi al-Qahsi, menjadikan dia mempunyai menjadi ibu tiga anak. Sudah berpuluh kali mendapatkan serangan baik melalui bom dari pesawat tempur dari usianya 9 tahun, hingga serangan-serangan lainnya, bahkan sempat dikabarkan tewas akibat serangan pesawat-pesawat tempur Amerika Serikat ke kompleks perumahan Kadhafi, Bab Aziziyah, pada tahun 1986.
Meski dikenal barat dalam soal kehidupannya dalam keglamoran ala selebritis barat, namun soal perang yang tengah melanda negaranya, Aisha berada di pihak sang ayah. Ia bersama Khamis Qadhafi, saudaranya, mendukung ayahnya melawan pasukan Amerika dan sekutunya. Dia juga penuh percaya diri ketika berpidato membangkitkan semangat para loyalis ayahnya beberapa waktu lalu di kediamannya yang telah porak-poranda oleh bom-bom Nato. Tidak pernah gentar, bahkan suaranya lantang menentang Amerika Serikat dan sekutunya, walaupun posisinya di PBB - UNDP telah dicopot. Tentu saja pencopotan ini akibat tidak netralnya PBB dalam masalah Libya.
Bahkan beberapa analis dunia, akan memperkirakan nama Aisha Khadafy ini, akan sama besarnya dengan sejumlah nama-nama wanita besar dunia lainnya, seperti Benazir Butho, bahkan dia juga dijuluki sebagai Benazir Butho dari Afrika Utara. Sempat terjadi ketegangan antara dirinya dengan pemerintah Inggris, di tahun 2000an, menyusul tindakan Aisha yang memberikan pidato mendukung IRA di dalam perjanjian damai Irlandia Utara-Inggris.
Terakhir, diberikannya larangan berpergian kepada Aisha oleh PBB pada bulan Februari 2011, yang mengakibatkan aktifitas internasionalnya terhambat. pemberian larangan tersebut menyusul akibat gejolak yang terjadi pada Libya, serta sikap dan sifat musuh-musuh mereka yang tidak pernah menginginkan orang-orang cerdas, berpandangan luas dan berpendidikan tinggi, karena akan membuat rasa solidaritas dan persatuan dikalangan dunia arab dan negara-negara kecil di belahan Afrika semakin tinggi. Tentunya hal tersebut sangat tidak disukai oleh Amerika Serikat, Nato dan mereka yang berpandangan sama seperti mereka. Namun setidaknya seorang wanita Libya telah mampu membuktikan kepada dunia, bahwa sebelum ajal menjemputnya, dunia harus mengetahui kebenaran dan keadilan yang tidak pernah ada pada negara-negara kecil dan berdaulat di dunia ini.