Majelis hakim pengadilan tingkat pertama sebelumnya menjatuhkan hukuman maksimal hukuman selama lima tahun dan denda Rp 250 juta kepada Artalyta. Orang dekat Sjamsul Nursalim ini terbukti telah menyuap jaksa Urip Tri Gunawan US$ 660 ribu.
Seorang nenek berusia 60 tahun, Rasminah, mendekam di sel Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, Banten, hanya gara-gara dituduh mencuri sup buntut serta enam piring milik majikannya. Rasminah dituduh melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian dengan hukuman penjara maksimal lima tahun. Kasusnya diadukan ke polisi sekitar tiga bulan lalu.
Perum Pegadaian menggugat dua janda pahlawan, Soetarti dan Roesmini, karena menempati rumah yang dianggap Perum Pegadaian ilegal. Pegadaian menganggap dua janda pahlawan tersebut sudah tidak berhak lagi menempati rumah karena tidak lagi aktif sebagai karyawan Pegadaian. Dan atas gugatan tersebut, Jaksa penuntut Umum menuntut Soetarti dan Roesmini dengan hukuman dua bulan penjara percobaan empat bulan, karena dituduh melakukan penyerobotan rumah dinas oleh Perum Pegadaian.
Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang meliputi 4 kontrak pengeboran sumur minyak di Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu. Jumlah kerugian negara, adalah US $ 24.8 juta. Para tersangkanya 2 Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita dan Ida Bagus Sudjana, Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, serta Direktur PT UPG Partono H Upoyo.
Majelis hakim memvonis terdakwa Maruli Pandapotan Manurung, mantan pegawai pajak, dengan hukuman penjara selama dua tahun enam bulan. Menurut hakim, Maruli terbukti melakukan korupsi bersama-sama saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT) sebesar Rp 570 juta
Kasus HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young pada 31 Juli 2000 tentang penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 15,025 triliun (versi Masyarakat Transparansi Indonesia). Yang terlibat dalam kasus tersebut, antara lain, Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto
Tersebut diatas merupakan kilasan-kilasan berita hukum dinegeri kita yang diambil hanya sebagian kecil saja. Dilihat dari kilasan tersebut, tentu kita semua geram, gemas dan berfikir, dimanakah sesungguhnya hukum dan keadilan dinegeri ini.?, Itu belum lagi bila ditambah kilasan-kilasan mereka yang berpredikat "Penegak Hukum" yang selalu dan dapat memainkan Hukum kapanpun dan dimanapun mereka mau.
Bila sudah begini, akankah negara kita akan mengalami kegilaan seperti halnya para sanak-saudara kita yang berada di Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, dan lainnya.? Bukankah, sebenarnya dari ketidak adilan, ketidak adanya keberpihakan kepada si miskin, serta adanya jurang antara sikaya dan si miskin, yang merupakan salah satu penyebab terjadinya "Revolusi", "Pemberontakan", "Pertikaian", serta hal-hal lainnya. Nah, bila hal ini terjadi, pastinya, negara berserta aparatnya menyalahkan mereka-mereka yang berpikir kritis. Lalu, sebenar-benarnya dimana letak keadilan dan hukum itu..?, Apakah harus menjadi koruptor dahulu, atau harus menjadi pejabat tinggi, atau Anggota Dewan..? Baru kemudian keadilan dan hukum bisa kita nikmati.