Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Aku Homeschooler, dan Aku Marah Baca Kasus JIS

17 April 2014   16:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 865 1
Pertama tama terima kasih karena Kompasiana terbuka untuk semua orang, termasuk saya yang masih usia SD.  Dari Kompasiana, saya bisa membaca lebih banyak dan lebih terbuka tentang kasus adik yang masih TK dijahati oleh orang yang ada di sekolahnya Jakarta Internasional School, JIS.

JIS itu kata mama sekolah mahal dan impian banyak orangtua untuk pendidikan anaknya. Namun dengan berita dan fakta sodomi (mama sudah jelasskan apa itu pada pelajaran biologi kemarin) di JIS maka sungguh terbukti (sekali lagi terbukti) bahwa sekolah adalah tempat yang (paling) berbahaya.

Berbahaya karena selama di sekolah, sekitar 4 sampai 10 jam, ternyata sekolah itu steril, orangtua dilarang ada di lingkungan sekolah apalagi di dalam sekolah. Artinya, siswa diserahkan bulat-bulat ke orang-orang yang ada di dalam sekolah.  Orang-orang ini bisa kepala sekolah, guru, pesuruh, tukang parkir, satpam, penjaga kantin,  dan teman-teman kakak kelas, adik kelas dan teman sekelas.

Jika selama ini kita mendengar kasus bully di sekolah  dilakukan oleh kakak kelas, teman sekelas, guru, bahkan kepala sekolah dengan berbagai jenis pelanggaran, maka kasus di JIS membuka mata bahwa siapa saja bisa menjadi harimau bagi siswa sekolah. Bagaimana mungkin, seorang pesuruh, tukang bersihin toilet  bisa sangat berkuasa kepada murid. Padahal secara status sosial, mereka itu tidak punya kekuasaan apalagi menyakiti murid-murid yang pasti membayar mahal untuk bisa bersekolah di JIS.

Yang menambah kesedihan saya adalah, kasus sodomi siswa di JIS itu ternyata bukan kali ini, sudah bertahun-tahun dan sudah puluhan siswa yang (akhirnya) mengaku menjadi korban. Pelakunya bukan cuma si kacung, si babu cleaning service yang ketangkap kemarin saja, tapi juga karyawan lainnya, kacung lainnya yang mungkin sudah tidak kerja di sekolah berbiaya ribuan dollar itu.

Di sekolah (formal) saya dulu juga pernah kejadian sejenis. Jadi pesuruh sekolah yang bertugas, malah diberi peluang Kepala Sekolah untuk membuka warung, sehingga ia lebih sibuk menjaga warung daripada membersihkan toilet. Nah, untuk itu, si pesuruh sekolah akhirnya membayar tukang ojek untuk membersihkan toilet. Ternyata si tukang ojek ini memanfaatkan kesempatan untuk mengintip kakak-kakak kelas di toilet. Kasus ini sempat diadukan kepada kepala sekolah, yang ibu berjilbab. Namun, kepala sekolah malah menutup-nutupi, sampai akhirnya seorang ibu orangtua murid yang menjadi Ketua Komite Sekolah memberi ultimatum, bahwa pesuruh sekolah wajib membersihkan toilet, bukan membayar tukang ojek.

Berapa banyak Ketua Komite Sekolah yang berani menentang kepala sekolah?
Sikap (kepala) sekolah selalu Defensif
Oya, tiga hari lalu, mama mendapat whatsap dari temen mama, yang diforward langsung dari Ibu korban JIS. Rupanya sang ibu sudah sejak lama mengadukan kasus sodomi anaknya ke para petinggi JIS. Namun berbulan-bulan ditunggu, pihak sekolah JIS malah menutup-nutupi dan cenderung menyalahkan siswa TK itu. Si Ibu juga merasa diremehkan oleh pihak JIS dan dianggap ingin memfitnah JIS.

Karena kesal dan marah, maka si Ibu mengadukan kasus yang sudah dipendam berbulan-bulan itu ke Kepolisian dan memforward isi hatinya ke teman-teman sesama perempuan, yang akhirnya menekan pihak Polisi untuk bertindak segera.

Menurut Mama, begitulah sikap sekolah di manapun. Sekolah (formal) hampir pasti defensif, tertutup, dan tidak mau dikiritik apalagi disalahkan. Sikap (kepala) sekolah itu juga terjadi di mana saja, di kota, di desa, di sekolah murah dan gratis (sekolah negeri) dan ternyata juga di sekolah mahal seperti JIS.

Di sekolah (formal) saya dulu juga pernah kejadian sejenis. Jadi pesuruh sekolah yang bertugas, malah diberi peluang Kepala Sekolah untuk membuka warung, sehingga ia lebih sibuk menjaga warung daripada membersihkan toilet. Nah, untuk itu, si pesuruh sekolah akhirnya membayar tukang ojek untuk membersihkan toilet. Ternyata si tukang ojek ini memanfaatkan kesempatan untuk mengintip kakak-kakak kelas di toilet. Kasus ini sempat diadukan kepada kepala sekolah, yang ibu berjilbab. Namun, kepala sekolah malah menutup-nutupi, sampai akhirnya seorang ibu orangtua murid yang menjadi Ketua Komite Sekolah memberi ultimatum, bahwa pesuruh sekolah wajib membersihkan toilet, bukan membayar tukang ojek.

Berapa banyak Ketua Komite Sekolah yang berani menentang kepala sekolah?  Berapa banyak orangtua yang sanggup melawan pihak sekolah?
Kalau sudah begini ruwetnya dan minimnya  keamanan, kenyamanan, dan kesakralan sekolah (formal) sebagai tempat pendidikan yang berkualitas, maka saya harus mengatakan, mamaku benar.
Daripada menyerahkan pendidikan kepada orang lain, lebih baik mama yang mengajar dan mendidik aku lewat homeschooling. Memang buat mama itu perjuangan, karena harus menjadi guru yang lebih hebat dari guru sekolah (formal).
Untungnya, kata Mama, Homeschooling mempunyai komunitas, tempat mama bisa belajar dan menggali informasi terbaru dan cara mengajar yang paling tepat untuk aku, anaknya. Untung juga ada internet dan berbagai website yang bagus, yang sangat membantu mama untuk bisa mengajar aku sesuai kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan juga Curriculum Cambridge UK.

(Jadi ijazah yang aku terima nanti kalau lulus adalah sama dengan siswa lulusan sekolah nasional plus, bahkan sekolah internasional.  Bedanya, anak-anak aman dan bahagia berhomeschooling dan  biayanya disesuaikan kemampuan orangtua.

Oya biaya di sekolah nasional plus dan internasional, kata mama minimal biaya lulus SD sekitar Rp 300 juta, sementara homeschooling sangat sangat terjangkau, tetapi tidak kalah kualitasnya, dan yang paling penting anak-anak aman dan bahagia di tangan orangtua dan para tutor yang bisa diawasi langsung oleh orangtua lewat teknologi skype dan internet.

Jadi sekali lagi, aku bersyukur karena menjadi homeschooler.

Dan aku marah banget membaca kasus belasan atau puluhan adik adik  TK  JIS yang disodomi dan malah didiamkan pihak sekolah.

Buat Ibu Dirjen PAUDNI, Menteri Pendidikan, dan Kepolisian, jangan tanggung,-tanggung harus kejar semua orang yang bersalah, dari si kacung pelaku sampai Direktur JIS. Mereka bule, warga amerika atau apapun tidak perduli, mereka ada di Indonesia dan cari makan di Indonesia, mereka harus tunduk pada aturan Indonesia.

Mereka semua bertanggungjawab dan mereka dibayar mahal kan, untuk menjaga dan mendidik semua siswa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun