Asal-usul Bedulang dapat ditelusuri ke tradisi makan bersama dalam keluarga di Belitung Timur. Dahulu, anggota keluarga, termasuk istri dan anak-anak, menunggu ayah pulang dari bekerja menambang timah. Begitu ayah tiba di rumah, acara makan bersama segera dimulai. Seiring waktu, tradisi ini berkembang menjadi ritual yang dijalankan pada hari-hari tertentu, seperti acara keagamaan dan adat.
Filosofi Bedulang juga mencerminkan ajaran Nabi Muhammad SAW, yang menekankan makan dengan duduk bersila sebagai bentuk kesetaraan dan saling menghargai di antara anggota masyarakat. Dulang kayu yang awalnya digunakan dalam Bedulang kemudian digantikan oleh dulang seng, yang masih digunakan hingga saat ini.
Tudung saji, berfungsi sebagai penutup dan pemelihara kehangatan makanan, dahulu terbuat dari kayu dan kini beralih ke bahan seng. Setiap Bedulang berisi enam lauk pauk yang mengelilingi hidangan berkuah di tengahnya. Hidangan ini kemudian disantap oleh empat orang yang duduk mengelilingi tudung saji berwarna merah.
Dengan demikian, Bedulang tidak hanya mencerminkan tradisi makan bersama di Belitung Timur tetapi juga menyimpan nilai-nilai kebersamaan, kesetaraan, dan penghargaan dalam konteks budaya dan sosial pulau tersebut.