Mengapa saya bersyukur?
Alasannya tak lain dan tak bukan, karena dengan tidak mengesahkan salah satu dari dua kubu, maka terjadi kevakuman di kepengurusan Golkar. Dengan demikian, maka Golkar menjadi tidak dapat mengesahkan apa pun terhitung sejak ditolaknya perubahan kepemimpinan Golkar di Kemenkumham. Yang berarti pula, dengan kevakuman itu, Golkar menjadi tidak dapat mengajukan calonnya pada pemilihan kepala daerah yang akan datang. Artinya, Golkar menjadi partai lumpuh yang tidak dapat bergerak apa-apa.
Status quo Golkar ini memang sesuai dengan harapan kubu Agung Laksono karena mereka sulit mengharapkan Menkumham akan mengesahkan kepengurusan versi mereka. Belajar dari kasus yang membelit PPP, Agung Laksono dan kawan-kawan sadar bahwa sulit Menkumham untuk mengesahkan salah satunya, yang mana ketika pihak yang merasa dirugikan mengajukan ke PTUN, PTUN menunda atau menangguhkan sementara berlakunya (hold) masa berlaku ketetapan Menkumham sebelumnya yang mengesahkan kubu Romi sebagai pengurus resmi. Karena itu, target Agung lasksono untuk memvakumkan kepengurusan Golkar sudah merupakan prestasi yang luar biasa bagi kubu mereka. Dan harapan itu pun tercapai, kubu Aburizal Bakrie (ARB) pun linglung dibuatnya. Sudah mereka tidak dapat menduduki kantor Golkar di Slipi, kepengurusan versi mereka pun gagal mendapatkan pengesahan dari Menkumham, setidaknya untuk sementara seperti yang didapat oleh kubu Romi dari PPP versi Munas Surabaya.
Dengan demikian, saya menjadi sangat bersyukur, kehancuran Golkar versi ARB sudah di depan mata. ARB, Nurdin Halid, Akbar Tanjung dan kroni-kroninya pasti sudah tidak bisa tidur nyeyak karena mereka ternyata jadi lame duck alias bebek lumpuh. Apa pun tidak dapat mereka lakukan, termasuk mengajukan gugatan ke PTUN karena Menkumham tidak mengesahkan pihak mana pun sehingga mereka tidak dapat menggugat pihak lawan.
Memang ada kemungkinan mereka dapat ajukan ke Pengadilan Negeri (PN), sebagaimana disampaikan oleh pencara Golkar kubu ARB, Yuzril Izha Mahendra. Tetapi, itu pun sumir karena tidak jeals apa yang akan diajukan. Dengan demikian, andaikata pun mereka mengajukan gugatan ke PN, gugatan mereka pasti akan dikembalikan oleh PN. Jika begitu halnya, maka kubu ARB dan para gang-nya akan makin kelimpungan menghadapi kenyataan pahit yang membuat mereka bagai bebek lumpuh tersebut.
Satu hal lagi yang membuat kubu Agung Laksono merasa di atas angin sehingga katanya 90% DPD mendukung mereka adalah blunder yang dilakukan oleh ARB dengan mendukung Perppu Pilkada. Dengan ARB menyatakan mendukung Perppu, maka dengan jelas ARB telah melecehkan hasil atau ketetapan Munas mereka di Bali yang mana Golkar akan memperjuangkan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung, janji surga yang sebelumnya dijual oleh Nurdin Halid dan Aziz Syamsudin kepada peserta Munas. Dengan pengingkaran ARB yang mendukung Perppu Pilkada, maka harapan untuk jadi kepala daerah bagi para ketua DPD Golkar sirna sudah. Dan Agung Lakson di sisi lain memetik keuntungan besar di sini, karena Agung Terlihat lebih konsisten dan dapat dipercaya dibanding dengan ARB dan Nurdin Halid serta Akbar tanjung.
Well, selamat hancur kubu ARB.