hari ini hari buku jadi saya ingin bercerita tentang kekuatan buku.
Jaman dulu tahun 1800-an ada seorang kriminal Jerman yang dimasukkan penjara. Penjara di Jerman saat itu tujuannya adalah membina pesakitan menjadi insan cerdas yang jika keluar tidak akan merugikan masyarakat lagi. Untuk itu di dalam penjara disediakan berbagai buku tentang banyak hal.
Salah satu narapidana sangat antusias dengan berbagai buku tersebut. Karena sering membaca cerita Cowboy di negeri nun jauh di sana, dia lebih tertarik tentang buku-buku tentang Amerika.
Pengetahuan tentang amerika membuatnya tergerak menulis sebuah novel cerita yang berlatar belakang kehidupan cowboy. Cerita Cowboy ini bertemakan perdamaian. Mengangkat seorang Jerman yang berpetualang di Benua Amerika.
Tokoh utama ini seorang kutu buku, mencoba bekerja di dunia Cowboy yang keras sehingga diolok sebagai Greenhorn (Cowboy yang baru belajar). Tidak dinyana seorang Greenhorn dengan mudah bertarung mengalahkan seorang Cowboy senior yang kuat hanya dengan satu pukulan sehingga julukannya berubah menjadi old shatterhand.
Mudah bagi Old Shutterhand untuk melakukan segalanya termasuk cara menembak dengan efektif dan lainnya. Itu semua karena semua sudah pernah dibaca melalui buku.
Cerita ini sangat detail menceritakan apa yang terjadi di Amerika saat jaman Cowboy lengkap dengan interaksi dengan Suku Indian Apache. Anehnya, sang penulis yang dapat menggambarkan detail tersebut belum pernah menginjakkan kaki di benua Amerika.
Jerman dan Amerika dengan jarak 7.857 km dan tanpa menginjakkan kaki di Amerika seorang narapidana dapat menulis secara lengkap tentang Amerika. Bahkan orang Amerika pun banyak yang baru tahu keadaan negerinya setelah membaca tulisan Karl May, sang narapidana.
Kekuatan buku ya.....
Sekarang saya tarik ke belakang. Lahir di daratan China tahun 181 Masehi, seorang Zhige Liang menghabiskan waktunya untuk belajar di perpustakaan keluarganya. Semua disiplin ilmu mulai Biologi, Goegrafi, Militer, Pertanian dan lainnya dilahapnya.
Saat tenaganya diperlukan, dia dengan mudah menjelma menjadi penggerak negara. Pada usia sangat muda dia sudah mengalahkan pasukan-pasukan terbaik dengan panglima terhebat di jamannya. Saya membaca kisah di manapun baru di Zhuge Liang saya tahu jika dalam berperang semua aspek diperhitungkan.
Sebelumnya saya hanya mengenal kekuatan senjata, formasi pasukan, dukungan intelejen dan pasokan logistik. Zhuge Liang merubah wacana itu karena faktor geougrafi, cuaca, alur sungai, arah angin dan lainnya menjadikan mudah dalam memenangkan pertampuran.
Salah satu contohnya adalah dengan karung pasir yang ditumpuk untuk membendung sungai, saat pasukan musuh beristirahat di sungai yang airnya sedikit dengan cepat diledakkan bendungan karung pasir itu dan habislah pasukan musuh. Kisah yang hanya saya temui di taktik Zhuge Liang. Lagi-lagi kekuatan buku yang mengisi otak Zhuge Liang menjadi titik utama.
Jepang yang kalah di perang dunia II membangun negerinya dengan cepat melalui budaya Genri yang berarti semua tindakan setiap warga negara harus dilandasi pada teori acuan, teori acuan didapat dari mana lagi kalau bukan buku.
Sayangnya generasi muda kita sekarang jarang yang menganggap buku adalah hal penting. Mulai tahun 1980-an sudah marak kampanye bahwa membaca buku akan menjadi kutu buku yang lemah, berkaca mata dan selalu dibully temannya.
Kenyataannya, banyak kekuatan besar yang berasal dari buku. Adolf Hitler pun membius rakyat Jerman berbekal sebuah buku Mein Kampf (perjuanganku) untuk dapat dengan mudah mengusasai eropah dalam waktu singkat.
Nusantara pun dulu merupakan penghasil kitab-kitab handal. Sayangnya dengan penjajahan yang lama, kitab-kitab itu dimusnahkan oleh pemerintahan kolonial karena membahayakan kekuasaan.
Desawarnana atau Nagarakretagama salah satu kitab penting yang lolos dari pemusnahan sehingga kita dapat membayangkan kebesaran peradaban nusantara.
Masalah lagi adalah, generasi kita malas membaca kitab peninggalan Majapahit itu. Mereka seperti menganggap hal ini tidak keren karena hanya tentang keadaan lokal saja bukan sesuatu yang luar biasa.
Celakanya yang tertarik membaca malah orang Eropah. Salah satunya adalah orang Inggris bernama Hadi Sidomulyo, bahkan dalam salah satu pengalamannya adalah melakukan Napak Tilas perjalanan Hayam Wuruk seperti kitab Nagarakretagama.
Lagi-lagi dengan kekuatan buku, oleh Hadi Sidomulyo dibuat permodelan Jaman Majapahit dengan Jaman saat ini. Keberadaan desa dan tempat yang dilewati Hayam Wuruk dibandingkan dengan keadaan yang dilewatinya. Sangat penting untuk peradaban kita.
Jadi, buku memang merupakan salah satu kekuatan dhsyat ya. Saya dari dulu suka mambaca dan akan tidak ada artinya jika pengalaman saya membaca tidak saya tulis. Bukankah Sahabat Ali bin Abi Thalib mengatakan "ikatlah ilmu dengan menulis". Jadilah saya menulis...
Selamat Hari Buku........