Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Korban 2 Sapi di Jembatan Cangar yang Angker

26 Maret 2020   20:25 Diperbarui: 26 Maret 2020   20:35 2720 1
Masih jembatan Cangar.

Jembatan cangar ini ada dua. Cangar I dan Cangar II. Saya ini di Cangar I sedangkan Cangar II lebih pendek di sebelah kanan saya jika dari foto saya.

Dulu jembatan Cangar ada tapi hanya dari pohon yang dirobohkan. Jadi, jembatannya cuma satu. Jembatan yang saat ini kan melewati dua jurang seperti hurup "L". Dulu jembatan ini langsung potong kompas dengan dua glondongan pohon raksasa yang dirobohkan.

Jalur ini dulu hanya jalan setapak dengan hutan belantara sangat lebat. Itu sampai tahun 1978 saat Bupati Mojokerto HD Fatchurrochman mempunyai ide membuka jalur ini.

Sebelunya jalur setapak ini dibuat oleh jepang sebagai antisipasi serangan dari sekutu. Dari jalur ini juga jepang membuat gua untuk keperluan menyimpan logistik.

Saya ingin cerita setelah Jepang kalah, kita merdeka.....dan Belanda tidak mau mengakui kita akhirnya menyerang kita dengan Operasi Produk, lalu terakhir dengan Operasi Gagak.

Saat operasi Gagak ini, Mojosari adalah kota penting karena persimpangan semua logistik. Masalahnya di Mojosari juga basis militer Republik Indonesia. Kekuatan tentara yang ditakuti Belanda saat itu salah satunya adalah Batalyon Condromowo atau Batalyon Munasir.

Batalyon pimpinan Mayor Munasir Ali ini sangat kuat karena didukung pengetahuan militer modern yang didapatkan dari pendidikan Jepang. Belanda dibuat rugi besar berkali-kali.

Untuk itu, Belanda gelap mata. Tidak membedakan militer dan sipil lagi. Semua intelejen dikerahkan. Musuh paling menakutkan adalah orang Mojosari yang bekerja untuk intelejen Belanda. DIbayar untuk memberikan keterangan siapa saja keluarga tentara waktu itu.

Banyak keluarga tentara yang dibunuh walaupun bukan militer dengan harapan memberi tahu keberadaan sang gerilyawan.

Dengan perkembangan itu, jajaran Batalyon Condromowo mengungsi ke Batu dengan keluarganya. Mengungsi membawa semua keluarga kemudian kembali ke Mojosari untuk menyerang Belanda lagi adalah pekerjaan yang berat. Medan yang tidak bersahabat dan logistik.

Saya ini hanya menceritakan Keluarga Mayor Munasir yang melakukan perjalanan. Otomatis diikuti oleh para tentara lain dengan keluarganya juga. Jika 500 orang anggota Batalyon jelas membawa keluarga menjadi ribuan orang.

Kalau saya cerita semua itu waaah, pasti bisa jadi satu buku ceritanya, jadi saya cerita tentang Mayor Munasir saja.

Logistik saat itu dengan membawa beras, kambing hidup, sapi hidup dan ayam. Untuk sayuran dapat memakai dedaunan di perjalanan. Sapi, kambing, ayam adalah sumbangan dari penduduk tetapi banyak juga dari sumbangan keluarga Mayor Munasir dengan menjual perhiasan Ibu Muslichah istri Mayor Munasir.

Dengan membawa truk diantar bergantian karena 4 truk kecil Toyota GB dari tentara Jepang harus beberapa kali mengantar ke Pacet untuk selanjutanya berjalan dari Pacet ke Batu.

Rombongan pertama adalah Prajurit tanpa keluarga sampailah di Pacet. Rombongan kedua Tentara perwira dengan keluarganya.

Malang, sampai Petak (Hotel Sativa sekarang) intel Belanda mencium gerakan ini. Dihadanglah Rombongan KH Munasir dan keluarganya. Sempat terjadi tembak menembak yang melukai kaki Moch Imam Rozy Munir. Putra pertama Mayor Munasir yang kelak menjadi Menteri Koordinator Perekonomian.

Kontak senjata terus terjadi karena kalah jumlah (mungkin data intelejen kurang valid) tentara Belanda ini mati semua. Perjalanan pun dilanjutkan.

Medan yang berat membuat banyak yang sakit. Apalagi melewati jurang demi jurang. Puncaknya melewati Jembatan cangar yang hanya gelondongan kayu.

"Mooooo!!!" Sapi yang dipakai bekal ada yang mengamuk dan membuat sapi dibelakangnya juga senewen. Akibatnya terpeleset dan...

"Wiiiiiiing...blug..blug!" 2 sapi jatuh ke jurang sedalam 80 meter lebih itu.

Tapi sampai di Batu tidak ada seorang pun menjadi korban. Kecuali....

Ny. Muslichah Ibu dua orang anak yaitu Moch Imam Rozy Munir dan Farida. Sesampai di Batu beliau menderita TBC. sebelum 1971, TBC merupakan penyakit mengerikan. Panglima Sudirman saja dengan pengobatan terbaik tidak dapat bertahan hidup.

Cerita sedih adalah Istri KH Munasir ini tidak dapat bertahan hidup di Batu dan meninggal. Oleh karena itu di Makam keluarga KH Munasir tidak terdapat makam Ibu Muslichah tetapi Makam istri kedua yaitu Ibu Waqi'ah yang merupakan adik Ibu Muslichah. KH Munasir menikahi adik istri pertamanya setelah perang usai yang kelak melahirkan Profesor Ahli kekebalan tubuh anak Achmad Zakiyudin.

Kira-kira, seperti itulah jembatan dan kisah yang ada sangkut pautnya dengan jembatan Cangar ini.

Kalau melihat foto saya dengan jembatan dapat diperhatikan jembatan saja, kostum ini tidak mencerminkan berat badan tetapi kesalahan kostum (firitri)

#penulis_mojokerto #firitri #firi #ceritamojokerto #cerita_mojokerto #penulis #mojokerto #pagi #cerita #cangar #batu #pacet #jembatan #jembatancangar #batalyon #condromowo #munasir #agresimiliter

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun