Pukul empat sore saya terbangun dan suara saya mirip orang habis menangis. Saya berjalan menuju dispenser dan minum dua gelas air putih, lalu, “Ting... Ting... Ting.” Saya keluar rumah dan memesan Cuangky. Makanan yang konon asal kota kembang, Bandung. Sambil menunggu pesanan dibuat, saya berbasa-basi sedikit sama penjualnya—seorang lelaki empat puluhan. “Bang, Bandung hebat ya,” kata saya. “Alun-alunnya pake karpet dan rumput sintetis.”
KEMBALI KE ARTIKEL