Ma Cih adalah janda beranak lima, aku tahu itu dari obrolan para pelanggan setianya. Dari pukul sepuluh pagi sampai jam empat pagi lagi, Ma Cih selalu ada ketika kita memesan kopi, ote-ote, ubi goreng, tempe goreng dll. Kadang, aku memergoki Ma Cih sedang menyandarkan bahunya meja. Ia nampak lelah, memerangi waktu dua puluh tahun tanpa suaminya. Sedang anak-anaknya masih butuh sekolah.