"Masalah MXGP," jawabku singkat.
Denny tak puas dengan jawaban itu sepertinya. Dia menepuk pundakku, tanda dia ingin jawaban yang lain. "Soal hasil pembangunan?" tanyanya lagi.
"Pembangunan Jembatan Kaca, Kolam Retensi Muktiharjo Kidul, dan pembangunan Patung Penari di Candisari," jawabku lagi.
Denny diam, tak memberikan respons lanjutan. Namun sesaat kemudian, dia berusaha meyakinkanku bahwa Hendrar Prihadi yang saat ini menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) ada indikasi untuk mencalonkan diri kembali sebagai calon Wali Kota Semarang di Pilkada Serentak 2024 ini.
"Mas Hendi pernah ngechat, dia minta doa semoga bisa kembali ke Semarang. Tandanya dia hendak maju di Pilwakot Semarang," katanya.
Aku pun tak begitu mempercayainya meski Denny meyakinkanku bahwa info ini dari sumber terpercaya dengan bukti pesan WhatsApp. Argumen pun aku sampaikan, bahwa Hendrar Prihadi sepertinya akan maju di Pilgub Jateng, tak tahu membidik posisi calon gubernur atau wakil.
Tapi Denny masih meyakini, sebenarnya keinginan maju di Pilgub Jateng itu hanya sasaran antara, yang tujuan utamanya adalah ambisinya kembali memimpin Kota Semarang. Dibuktikan dengan banyaknya baliho yang terpasang di hampir semua sudut di Kota Semarang. Baliho dan poster Hendrar Prihadi, tak banyak ditemukan di daerah lain di Jawa Tengah. Jika pun ada, jumlahnya tak signifikan, seperti poster dan baliho Ahmad Luthfi atau Sudaryono misalnya. Bahkan lebih banyak gambar Crazy Rich Grobogan, Joko Suranto.
Tapi entahlah, saya sebenarnya tak ingin mendebatkan hal itu karena memang bukan ranahku. Tapi terkait peluang, ada beberapa hal yang menurutku tak menguntungkan bagi Mas Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi jika maju di Pilwakot Semarang.
Pertama, kepercayaan publik kepada Mas Hendi di Kota Semarang sudah menurun. Menurut saya, dengan adanya beberapa hal yang berpotensi menimbulkan masalah, Mas Hendi sebaiknya menahan syahwatnya dengan ambisi kembali memimpin Semarang. Informasi yang saya dapat, keputusuan ditariknya Mas Hendi ke LKPP tahun 2022 lalu, konon terkait upaya penyelamatan yang bersangkutan dari persoalan hukum. Dan itu sudah diketahui oleh banyak elemen masyarakat, entah informasi itu benar atau tidak.
Karena sebelumnya, dalam kepemimpinannya ada beberapa persoalan yang terjadi di lingkungan Pemkot Semarang, dan berpotensi menjadi persoalan hukum. Namun karena saat itu kepemimpinan di daerah, provinsi, dan pusat masih linier secara politis, tentu kasus hukum di KPK seperti yang dialami penerusnya, Hevearita Gunaryanti Rahayu, bisa dijinakkan.
Sebut saja, hilangnya kas daerah Pemkot Semarang sebesar Rp 22 miliar tahun 2015, masalah kasus dugaan korupsi terkait penyelenggaraan Motocross Grand Prix (MXGP) Semarang tahun 2018, dan terakhir masalah kasus pembunuhan sadis terhadap Paulus Iwan Boedi Prasetijo (Iwan Budi), aparatur sipil negara di Kota Semarang tahun 2022 yang hingga kini belum terungkap. Meski terlibat atau tidak belum ada kepastian hukum, namun nama Hendrar Prihadi banyak disebut dalam kasus tersebut. Apalagi itu semua terjadi di masa kepemimpinannya.
Sebenarnya masih banyak kasus lain yang berpotensi jadi masalah hukum, namun tak seheboh tiga kasus tersebut. Semua itu terjadi di kepemimpinan Hendrar Prihadi di Kota Semarang (sejak pertama kali jadi pelaksana tugas wali kota tahun 2012 sampai ditarik ke LKPP tahun 2022).
Dengan beberapa potensi masalah tersebut, saya meyakini Mas Hendi memiliki banyak resistensi jika berniat maju kembali sebagai Wali Kota Semarang. Persoalan hukum akan banyak menantinya, jika dia memaksakan maju kembali di Pilwakot Semarang 2024. Hal ini tentu akan sangat mengganggu, apalagi jika dipakai oleh lawan politik untuk melakukan "serangan".