Pukul satu malam terdengar suara klakson Thames Trader. Sontak para warga kampung Belanga terbangun dan berlarian ke luar ke pinggir jalan. Tepat di depan rumah panggung itu memang batas jalanan aspal menuju jalan ke dusun-dusun Desa Belanga. Suara sepatu laras seakan memperagakan parodi. Terlihat ibu-ibu yang lain melompat satu per satu turun dari mobil itu. Ada yang menjinjing kayu bakar, ada yang menaruh dapo' (alat masak dengan kayu) di taruh di kepalanya. Para remaja yang turun dari mobil itu bertugas memikul Sampa' (alat pemanen padi) dan juga memikul rempah-rempah serta oleh-oleh untuk warga di sana. Sementara gadis-gadis hanya fokus mengurusi jinjingan pakaian dalam balutan sarung serta sibuk mengurusi alat
make up-nya di antaranya bedak pica' (bedak basah) dan cermin lebar. Para gadis itu seakan datang mencari jodoh di kampung itu sehingga selalu saja menjadi pusat perhatian dari para pemuda Belanga yang ikut terbangun dari pos ronda.
KEMBALI KE ARTIKEL