Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Belajar dari Kekalahan

27 Desember 2010   03:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:21 19 0
Episode Leg 1 Piala AFF di Stadion Bukit Jalil Malaysia sudah usai. Indonesia harus mengakui ketangguhan Malaysia dengan skor 3-0. Peforma pemain pun kelihatan menurun dibandingkan laga-laga sebelumnya, khususnya setelah insiden laser suporter Malaysia yang tidak bertanggungjawab. Namun saya ingin menekankan bahwa kekalahan ini sebagai momen untuk introspeksi dan belajar agar kejadian serupa tidak terulang.

Ketika Alfred Riedl direkrut untuk melatih timnas sepakbola RI, ia menetapkan aturan ketat, mulai dari seleksi pemain dan pelatihan pemain. Dari seleksi, anggota tim yang akan dipilih dipertimbangkan secara matang, baik dari sisi fisik maupun non-fisik. Contohnya, data kondisi pemain di-screening dahulu sebelum pemain benar-benar dipilih. Mereka yang sering cedera dan tidak memenuhi kondisi fisik, dipastikan dicoret.

Dari sisi non-fisik pun, di-screening. Riedl tidak segan-segan untuk mencoret pemain yang mbalelo dan tidak memenuhi panggilan seleksi, meskipun ia pemain senior dengan kemampuan di atas rata-rata. Ia ingin pemain disiplin penuh dari A sampai Z selama ia menangani timnas.

Sport science pun diterapkan, seperti pola diet makanan pemain. Dengan datangnya Irfan Bachdim, pemain timnas lain seperti mendapatkan contoh yang bagus dari penerapan diet ketat standar Eropa untuk pemain sepakbola. Riedl pun pasti punya pengalaman diet yang pas untuk pemain timnas. Maka dari itu, tidak heran jika kita bisa melihat permainan tim masih bisa trengginas pada waktu yang panjang, dibandingkan timnas dahulu yang gampang kehilangan konsentrasi memasuki menit 60.

Belajar dari Kekalahan

Apa yang bisa kita pelajari dari kekalahan ini? Yang pertama menurut saya adalah FOKUS TIM. Sejak timnas merajai babak penyisihan sampai semifinal, timnas menjadi ikon baru di media. Anggota timnas, menjadi seperti selebriti yang dicari para pemburu berita. Kebijakan Riedl saya anggap sudah tepat untuk melarang timnya menemui watawan dan melayani wawancara. Namun wartawan juga bersemangat untuk mengorek keterangan dari mereka dengan cara menghadang mereka di hotel dan tempat latihan. Sayangnya PSSI seperti berpangkutangan dalam hal ini.

Fokus tim terlihat mulai terganggu ketika memenuhi undangan sarapan bersama di rumah salah seorang politisi dan doa bersama di suatu pesantren yang kental dengan nuansa politisnya yang masih satu aliran terhadap politisi tersebut kurang dari 16 jam sebelum berangkat ke Malaysia.

Gangguan fokus tim berlanjut ke pesawat yang katanya di-charter khusus untuk timnas ternyata banyak pihak lain yang terbang bersama timnas, seperti keluarga politisi, sampai wartawan dari stasiun televisi yang dimiliki politisi tersebut. Kehadiran wartawan ini yang "memaksa" wawancara ini membuat konsentrasi tim kacau karena dalam ruang yang sempit (di pesawat) mereka dipaksa diwawancara padahal sudah ada larangan untuk wawancara dari pelatih kepala. Dan oknum ketua PSSI yang hadir di pesawat itu sepertinya melakukan pembiaran. Terkesan ABS.

Yang kedua adalah memperbaiki mental tim. Saya percaya, skil pemain timnas sudah paling baik di Indonesia. Polesan strategi Riedl pun juga sudah membuktikan timnas kita unggul atas lawan-lawannya. Kedisiplinan timnas juga jauh lebih baik. Penerapan sport science membuat pemain lebih bugar daripada biasanya dan mampu menjalani pertandingan beruntun tanpa cerdera yang berarti.

Namun mental tim dapat mempengaruhi semuanya. Mental tim dapat mempengaruhi kondisi fisik, konsentrasi, dan strategi permainan yang diterapkan. Ketika mental tim turun drastis, maka Anda bisa melihat pertandingan yang kacau balau, salah umpan, tendangan tak terarah, koordinasi tim buruk, emosi tak terjaga, dan lain-lain. Namun ketika mental tim sedang bagus, Anda bisa melihat timnas menghajar Malaysia, Laos, dan Thailand dengan skor besar dan mampu keluar dari kesulitan seperti ketika timnas menang dari Filipina.

Kita Bisa Menang (SUKSES), Asal...

Ya, kita bisa menang di leg 2 Final AFF Cup, asalkan timnas tidak diganggu dengan acara atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan pertandingan. Kegiatan seremonial bisa dilakukan setelah kompetisi usai.

Sebaiknya dihindari pula politisasi timnas yang selama ini dilakukan oknum ketua PSSI. Kampanye-kampanye nggak penting di stadion cukup mencoreng muka Indonesia. Biarlah spanduk-spanduk motivasi dari suporter yang terkembang di stadion. Para pengurus harus menyingkirkan ego mereka masing-masing.

Terakhir, seharusnya PSSI bisa diaudit kembali agar prestasi yang sudah ada di depan mata ini dapat dilanjutkan. Jika memang harus diganti pengurusannya, gantilah, agar kepengurusan mendatang memiliki ide-ide yang segar untuk membawa PSSI ke jenjang yang lebih baik di masa depan.

Semoga tulisan ini bermanfaat. JAYA BANGSAKU, JAYA SEPAKBOLA INDONESIA!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun