Belakangan ini, saya bertemu dengan seseorang yang, sayangnya, menjadi contoh nyata dari peribahasa tersebut. Sebut saja namanya "Bapak X". Awalnya, saya menyambut baik kehadirannya karena saya pikir jabatan yang ia sandang bisa membawa perubahan positif di lingkungan kami. Namun, ternyata harapan itu hanya sebatas angan.
1. Arogan Tanpa Alasan
Sikap sombongnya mulai terlihat sejak hari pertama ia menerima jabatan baru. Nada bicaranya berubah, seolah semua orang di sekitarnya tidak ada yang lebih pintar atau lebih tahu dari dirinya. Setiap masukan dianggap kritik, setiap saran dianggap ancaman. Bahkan, hal kecil yang seharusnya bisa dibicarakan dengan santai pun sering kali jadi ajang dia menunjukkan kuasanya.
2. Hobi Mencari Kesalahan Orang Lain
Entah kenapa, ia tampaknya merasa tugas utamanya adalah mengawasi orang lain, bukan mengurus tanggung jawabnya sendiri. Ada saja yang ia salahkan---mulai dari cara orang mengetik, pola kerja yang tidak sesuai dengan seleranya, hingga hal-hal kecil yang sebenarnya tidak signifikan. Bukannya memberi solusi, ia lebih suka mencari-cari kesalahan demi terlihat lebih superior.
3. Memata-matai dan Sibuk Ngurusin Orang Lain
Yang membuat saya benar-benar kesal adalah kebiasaan Bapak X memata-matai pekerjaan rekan-rekannya. Ia suka sekali mendadak muncul, membaca dokumen yang bukan urusannya, atau sekadar mengomentari pekerjaan orang lain tanpa diminta. Ironisnya, tugas-tugasnya sendiri sering terbengkalai. Ketika ditanya soal itu, ia selalu punya segudang alasan untuk mengelak, bahkan menyalahkan orang lain atas kegagalannya sendiri.
Kesimpulan: Jabatan Tak Pernah Menjamin Kualitas
Pengalaman ini membuat saya semakin yakin bahwa jabatan, status, atau derajat tidak akan mengubah seseorang menjadi lebih baik jika mentalnya belum siap. Derajat yang tinggi hanya memperbesar kaca pembesar atas sikap buruk yang sudah ada sebelumnya.
Orang seperti Bapak X ini mungkin terlihat menang di permukaan, tapi sebenarnya ia sedang kalah dari dirinya sendiri. Dan bagi kita yang harus berurusan dengannya? Sabar adalah kuncinya, meskipun sering kali rasa sabar itu diuji habis-habisan.
Peribahasa Jawa lainnya yang cocok untuk situasi ini adalah "aja dumeh", yang artinya jangan merasa sombong atau semena-mena hanya karena punya kelebihan tertentu. Sebab, pada akhirnya, apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai. Dan saya percaya, perilaku arogan seperti ini tidak akan membawa kebaikan jangka panjang bagi siapapun, termasuk bagi Bapak X sendiri.