Pulau Rinca, Sensasi Tracking di Era Jurrasic Berjalan di Pulau Rinca, ditemani generasi terakhir dinosaurus membuat para pencinta traveler seakan masuk ke lorong waktu di Era Jurrasic. Kapten Aming melabuhkan kapalnya di daerah Loh Buaya. Loh Buaya merupakan dermaga satu-satunya tempat kapal berlabuh agar dapat masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca. Loh Buaya berasal dari kata Loh yang berarti teluk dan Buaya yang berarti hewan Buaya. Maklum, saat itu penduduk sekitar mengira Komodo adalah hewan yang sejenis dengan buaya. Saat kami memasuki gerbang Loh Buaya, kami disambut beberapa pemuda yang merupakan ranger Komodo di Pulau ini. Ranger bertugas untuk menemani wisatawan berjalan di Pulau Rinca bersama predator utama di pulau ini, apa lagi kalau bukan sang
Varanus Komodensis. Bermodalkan setongkat kayu yang bercabang di ujungnya, sang Ranger siap mengawal kami menelusuri sarang-sarang Komodo di Pulau ini. Pelabuhan Loh Buaya Ranger yang siap menemani para pengunjung menyusuri Taman Nasional Komodo Mata yang tajam dan selalu berhati-hati merupakan kunci utama agar dapat aman dari serangan komodo saat tracking di pulau ini, begitu nasihat dari sang ranger. Belum sempat beberapa menit kami berjalan di Pulau, sang ranger sudah memperingati kami bahwa ada komodo di sekitar kami. Awalnya kami tidak sadar akan keberadaan komodo tersebut, maklum warnanya yang mirip dengan bebatuan sekitar dan terlindung bayangan pohon membuat Komodo berkamuflase dengan lingkungannya. Si komodo pertama yang kami lihat di pulau ini sedang berjemur menghangatkan dirinya, menurut sang ranger Komodo merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya diatur oleh lingkungan sehingga saat pagi hari komodo perlu berjemur agar menjaga tubuhnya tetap hangat. Komodo yang sedang berjemur di bawah pohon Setiap pengunjung harus lapor terlebih dahulu di kantor Taman Nasional Pulau Komodo Komodo merupakan predator utama di pulau ini. Mereka memakan hewan-hewan lain seperti rusa, babi, dan kerbau. Komodo dibiarkan berburu di sini tanpa ada intervensi apa pun dari pengelola taman nasional. Beberapa saat setelah memasuki area tracking, korban-korban komodo pun terpampang di hadapan kami. Sisa-sisa tengkorak kerbau beserta tanduknya yang sudah mengering menjadi pajangan di sekitar area tracking. Meskipun komodo sering terlihat tidur-tiduran di tanah, sebenarnya dia siap menyerang kapan pun ketika ada mangsa yang dirasa cocok. Komodo dapat segera lari mengejar mangsanya dengan kecepatan 20-30 km/jam. Komodo memiliki indra penciuman yang sangat tajam, dia dapat mencium bau darah dari jarak yang cukup jauh. Oleh karena itu, disarankan bagi para wanita yang sedang datang bulan untuk menunda perjalanannya ke Pulau Rinca. Selain itu, salah satu tips penting apabila para traveler sedang sial lalu dikejar komodo adalah Anda harus berlari zig-zag. Maklum, komodo memang cukup cepat apabila berlari lurus tetapi kesulitan apabila harus membelok tajam. Sisa tengkorak kerbau, hasil buruan komodo Mendapatkan momen foto komodo sedang berjalan dan menjulurkan lidah merupakan gambar yang wajib seorang fotografer abadikan Komodo memiliki indra penciuman yang sangat tajam Hati kami gembira, tapi sedikit tegang, ketika mengetahui komodo-komodo pada hari itu cukup aktif. Menurut si ranger, saat itu ada yang sedang memotong ayam sehingga komodo mendekat ke arah dapur. Biasanya, komodo hanya akan tampak tidur seharian dan berjemur. Saat kami datang, komodo tampak cukup aktif bergerak menuju ke arah dapur karena mencium bau darah di sana. Salah satu komodo dengan badan cukup besar dan bercorak loreng-loreng juga mendekat ke arah kami. Corak loreng-loreng merupakan cat yang disirimkan ke tubuh komodo karena si komodo ini cukup agresif dan sudah menggigit orang sebanyak 2 kali dalam satu tahun terakhir. Kami harus menjaga jarak dari si komodo loreng ini, meskipun mengabadikan gambar komodo bercat ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Komodo dengan cat loreng, merupakan pendanda bahwa komodo ini cukup agresif Berjalan beberapa saat, kami masuk ke sarang komodo yang menjadi tempat si komodo meletakkan telur-telurnya. Saat itu, semua telur sudah menetas dan tidak ada lagi yang berada di sarang. Anak-anak komodo yang menetas hanya sebesar kadal, mereka akan naik ke atas pohon untuk mencari makan di sana. Anak komodo akan berada di atas pohon sampai berusia sekitar 3 tahun. Sangat sulit menemui anak komodo, tetapi kembali keberuntungan berpihak pada kami. Salah satu anak komodo yang berusia 1 tahun tampak berjalan menyusuri rimbunan hutan. Kamera kami pun siap untuk menjepret anak komodo ini. Sarang komodo yang sudah ditinggalkan oleh induknya, lubang-lubang di tanah merupakan sisa tempat si induk Komodo meletakkan telurnya Anak komodo berusia 1 tahun, masih tinggal di atas pohon Loh buaya dari atas bukit Turun bukit, kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan Perjalanan berakhir dengan naik ke atas bukit. Di atas bukit, kita dapat melihat teluk Loh Buaya dan kapal-kapal yang hendak masuk ke daerah Loh Buaya. Dataran khas Nusa Tenggara Timur terlihat jelas dengan sebagian rerumputan yang terlihat gersang, dan diselingi dengan pohon-pohon nan hijau. Latar belakang birunya lautan membuat tempat ini menjadi sangat eksotis untuk berfoto ria. Saya selalu berdecak kagum ketika melihat tekstur tanah NTT yang berbukit-bukit, sangat indah untuk diabadikan di kamera saya. Perjalanan di Pulau Rinca yang singkat tetapi cukup memompa adrenalin kami membuat kami tidak sabar menginjakkan kaki-kaki kami di tempat lainnya di tanah Nusa Tenggara Timur ini.
KEMBALI KE ARTIKEL