Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Pantai Bira Tak Secantik Dulu Lagi

16 Januari 2012   05:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:50 1068 1
Pantai berpasir putih itu sudah tak cantik lagi, walau jernih airnya tetap sejukkan hati siapa pun yang memandangnya. Deburan ombak bulan Januari, nampak bergeliat garang, pertanda saat asyik bermain perahu pisang (banana boat) ataupun berselancar air.

Bira, adalah salah satu andalan pariwisata Sulsel karena keunikan pasirnya yang berwarna putih. Keindahan panorama bawah lautnya juga berhiaskan aneka ragam terumbu karang dengan ikan berbagai species menjadi tempat asyik untuk diving dan snorkling.

Bira beberapa tahun lalu, sungguh kontras saat ini. Pantai berpasir putih itu kini dipenuhi bangunan bambu beratap nipa. Di beberapa sudut pantai, pula terlihat bangunan bertenda yang kurang sedap dipandang mata. Begitu cepatkah Bira berubah? Sementara baru dua tahun lalu saya menikmati hamparan pantainya yang bebas bangunan kumuh dan tumpukan sampah.

Bira sepertinya tak lagi dipeduli, dibiarkan begitu saja sementara hutan-hutan dan tepian karang telah ditempati para borjuis membangun lapak penginapan, bar ataupun hotel berbintang. Seolah bangunan berkelas wisata itu berlomba dengan bangunan kumuh penduduk asli untuk sekadar bertaruh untung berebut pelanggan.

Dulu ada microfon pengingat dari sebuah menara untuk mewanti-wanti pengunjung agar tak terlalu jauh berenang, saat saya dan keluarga berkunjung ke sana, suara-suara pengingat itu sudah tak ada lagi. Saya juga tak menemukan para petugas pantai yang berpatroli dengan pakain seragamnya. Jadilah saya menjadi satpam bagi anak-anak yang sementara asyik bermain pasir dan berendam tanpa peduli dengan kekumuhan yang membuat saya bersungut kepiting.

Akh, saya tak terlalu inginterus menggurutu dengan berbagai pemandangan kurang sedap itu. Daripada terus mengeluhkan perhatian kurang dari pengelola Pantai Bira, lebih baik saya mencari keindahan pantai lainnya yang belum diobrak-abrik para pemilik modal dan penduduk asli yang pula ingin mencari tempat berdagang di balik eksotiknya lokasi wisata yang berjarak 200 kilometer dari Makassar itu.

Film Jangan Rengut Cintaku dan Badik Titipan Ayah yang disutradarai Dedi Miswar pernah menjadikan Bira sebagai lokasi syuting. Sekilas saya mengingat adegan silat di tepian pantai, di bawah tebing-tebing karang. Saya kepincut untuk ke sana yang lokasinya agak jauh di sisi utara. Ketika itu pagi, air masih surut. Sambil berjalan, saya memunguti karang-karang merah, putih, hijau dan biru yang terhempas ombak. Lumayan, untuk mempercantik aquarium dan kolam kecil saya.

Merasa risih dengan beberapa badan setengah telan***ng yang dijemur, serta aksi sedikit mes**m beberapa pasangan muda, membuat saya segera balik ke anak-anak yang masih tak peduli dengan semakin panasnya matahari. Setumpuk karang merah yang katanya hanya pada bulan Januari muncul ke pantai sudah saya dapatkan. Kalau anda melihat aktifitas saya saat itu, saya mirip seorang pemulung yang memunguti karang diantara banyaknya sampah yang ikut terhempas ombak.

Saatnya makan, bekal seadanya kami buka dan mulailah acara bersantap dilangsungkan di bawah atap nipa milik pedagang penduduk sekitar. Matahari semakin menyengat, anak-anak saya arahkan untuk membasuh diri dengan air tawar yang dijual di tempat itu. Sewa lapaknya sendiri seharga dua puluh ribuan.

Usai dhuhur, kami balik.Janji liburan anak-anak telah saya tunaikan. Bebatuan karang untuk media tanaman bonsai dan hiasan kolam serta pasir putih ikut saya angkut. Tersisahlah kini sedikit kegeraman betapa pemerintah setempat telah menjadikan obyek wisata itu tak secantik dulu lagi. Semoga Bupati baru yang terpilih tahun lalu hanya belum berkesempatan untuk membenahi tempat yang sesungguhnya paling indah di Sulsel itu.

Bantaeng, 16 Januari 2011

Catatan kecil saat berkunjung ke Pantai Bira di akhir pecan. Kala itu masih lekat momentum tahun baru - Minggu 8 Januari 2011.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun