Kini, anak-anak di Bantaeng terancam. Para orang tua resah berkepanjangan. Lima bulan terakhir ini, terjadi 5 kali rangkaian penculikan yang diikuti dengan kekerasan terhadap anak perempuan. Korban pertama terjadi di Bulan Desember 2010. Bocah kelas tiga SD itu diculik 02.00 dini hari. Kejadian selanjutnya terjadi di bulan Februari, Maret, April dan Mei 2011 dengan modus operasi yang sama.
Korban anak yang diculik rata-rata berusia 7-8 tahun. Bahkan yang paling menggemparkan serta mendapat perhatian media secara nasional adalah kejadian terakhir, dimana korban adalah Bayi berusia 8 bulan. Suci (bukan nama sebenarnya), diculik sekitar pukul 03.30 saat tidur bersama ibunya. Korban baru ditemukan sore, esok harinya. Pelaku mengikat bayi perempuan mungil itu di bagan nelayan, tengah laut. (Berita, di SINI)
Kabar yang beredar di media, semua korban diduga diperkosa, karena (maaf) alat vitalnya mengalami pendarahan. Sesuatu, penting untuk saya diluruskan bahwa sampai saat ini belum ada keterangan resmi bahwa bayi dan korban lainnya itu diperkosa atau tidak. Seorang wartawan teman saya mengingatkan, bahwa jangan sampai kata ‘diperkosa’ memperkeruh situasi . Ia juga meminta agar nama korban sebaiknya diinisialkan.
Saya sepakat dengan adanya dukungan di tweeter ataupun media jejaring sosial lainnya untuk membantu korban, karena memang semua orang tua korban kurang mampu. Tanpa menafikkan niat mulia inisiator untuk membantu korban, tetapi dengan menyebut nama aslinya di media, saya rasa kurang bijak. Penyebutan nama tanpa inisial untuk kasus ini, serta penyebutan kata ‘diperkosa’ bisa berefek psikologis dan sosial bagi korban si anak dan kerabatnya.