Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Baling-Baling; Desain Sejuk Imajinasi Kopi

19 Februari 2011   05:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:28 801 5

Baling-Baling, tersimbolkan pasang surut kehidupan. Sesuatu yang dinamis, terus beputar. Ke bawah, kemudian ke atas. Itu jikalau energi terus mensuplai tenaga , atau diam membiarkan angin menunjukkan arah putaran. Perubahan terkadang alami, bisa pula terdesain dalam rencana-rencana yang runtut. Baling-Baling, adalah sebuah nama dari bangunan. Arsitek sekaligus pemiliknya, menyebut karyanya minimalis tropis.

Dimana letak konsistensinya sebagai sebuah poros? Nama Café Baling-Baling tetap tidak berubah. Pertunjukan musik dari B Gallery Band, yang juga adalah binaan pemiliknya tetap rutin. Kadang, dilaksanakan festival musik Indie, kadang pula pertunjukan akustik. Bahkan jug abaca puisi. Desain bangunan yang memakai tiang pancang dari pohon kelapa tua ini juga tidak berubah, tetap seperti semula. Hanya jualan saja yang mengikuti mekanisme pasar.

Dinamis dan multi fungsi, seperti itulah café yang terletak di Jl. Raya Lanto ini dirancang dengan arsitektur yang alami, lapang dan unik. Para anak muda yang senang berselancar dengan perangkat instannya, kadang sampai larut betah nongkrong di tempat ini, hanya dengan Rp. 5000, fasilitas Wifi bisa terpakai sepuasnya. Itu dulu, sekarang sepertinya sudah gratis.

Bagi yang sekadar ingin bersantai menikmati suasana, cukup dalam ruangnya yang terbuka dan tanpa air conditioner sudah begitu menyenangkan. Penyejuk ruangannya adalah terpaan sepoinya angin serta bebungaan dan pohon-pohon pelindung yang setahun ke depan akan menambah sejuknya café. Café ini mudah dinikmati, karena lekuk ruangnya jelas nampak dari jalan raya. Kita pun tak akan terganggu dengan debu dan deru kendaraan, karena halamannya demikian lapang.

Biji Kopi dari dinginnya pegunungan Loka, Kabupaten Bantaeng, dapat dinikmati di tempat ini. Jalang kote , ubi goreng dan bakwan, penganan khas Makassar juga siap menemani para penggila kopi. Sore hari adalah waktu yang pas, karena di samping kanan café terdapat lapangan tennis. Menikmati kopi sambil nonton para orang tua berlarian mengejar bola tennis adalah kelucuan tersendiri. Setidaknya bagi saya yang tidak mengerti jenis olah raga ini.

Hemat energi, itulah komitmen arsitek yang alergi asap rokok ini. Diusahakan pada siang hari, tak ada lampu yang menyala, walau itu di kamar kecil. Fasilitas penyejuk ruang berenergi listrik Ia hindari. Taman yang lapang dan hijau serta cat yang serasi, sebenarnya adalah ornament saja, tetapi Kak Appang sangat memperhatikannya.

Baling-baling, yang bersebelahan dengan rumah jabatan Bupati Bantaeng, Sulsel ini, sering saya sewa untuk kegiatan rapat dan diskusi. Perangkat rapat, seperti sound sistem,perangkat OHP dan ruang berkapasitas kurang lebih tiga puluh orang, cukup untuk pertemuan terbatas. Beberapa LSM dan event Organiser yang juga adalah bagian dari kegiatan Kak Appang, sering menjadikan tempat ini untuk membahas kegiatan.

Baling-Baling, juga bermakna lautan. Penghidmatan pada perahu-perahu nelayan Bantaeng yang menderukan mesinnya untuk menggerakkan baling-baling perahu. Penghargaan atas jerih payah nelayan yang mensuplai kandungan omega 3 dari ikan laut, demi kecerdasan generasi masa depan bangsa.

Baling-baling, bisa pula semakna kincir angin yang menjadi salah satu ciri khas kota Rotterdam, Belanda. Maklum, Bantaeng adalah salah satu dari tiga Kabupaten di Sulawesi Selatan yang pernah dijadikan afdeling, pusat administrasi pemerintahan Belanda. Bagunan berdesain belanda masih bisa ditemukan di Kabupaten, yang berjarak 120 KM dari Makassar ini.

Baling-baling di sore hari akan terasa sejuk dari terpaan angin laut yang tersaring pepohonan mangga dan trembesi. Malam harinya, kadang semarak dengan lampu-lampu saat pertunjukan musik digelar. Di saat lain, bisa berubah romantis dengan desain lampion dan obor bambu. Hitung-hitung, untuk mengantisipasi pemadaman listrik yang pada tiga hari ini kembali sering terjadi di sulsel.

Kopi!? Gila saya dengan aromamu.

Salam Kopisiana

Bantaeng, 19 Februari 2011

Postingan terkait , Arfan Doktrin Kreasi Tiada Henti // Indonesia di Mata Dion, Hanya Cinta Sederhana

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun