Karena tekhnologi transfer antar bank, komunikasi pemesanan via Facebook, dan ketepatan pengiriman TIKI, maka saya tambah percaya bahwa dunia tidaklah selebar daun kelor. Sekitar tiga minggu saja, buku Mbak Vira yang Hot, telah kunikmati. Pelan-pelan kutelanjangi Lajang Jalang, Ia hanya terbungkus plastikbening transparan, daftar isinya begitu seksi walau sampulnya terkesan maskulin. Kupesan bukunya, karena membaca postingan Mbak Vira, Self-Publishing, Langkah Pertama.
Seperti biasanya, aku mulai membaca buku, daftar isilah yang pertama saya lirik. Que Sera-Sera, adalah judul cerita yang mebuatku penasaran. Letaknya dihalaman 43. “Wuihhhhhh, Hot….Hot….Bradherrr……”, Mbak Vira telah berhasil membuatku membayang akan petualangan 'menggelinjang' metropolis. Dikemas dengan apik namun tidak porno. Bacaan khusus dewasa.
Jikalau seorang lelaki penulis Moammar Emka, mengupas cerita kelam kehidupan malam, dalam Jakarta Undercover, bagi saya biasa saja. Walau bukunya telah di filmkan dan terjual 20.000 copy, tetap Emka seorang lelaki yang memang pada lakunya tidak gamang berbual tentang sex. Vira Cla seorang perempuan lajang berjilbab kelahiran Padang, yang tentu di kampung kelahirannya, sex masih dianggap tabu oleh sebagian besar orang. Seperti di kampungku. Jadilah buku ini, sex dipotret dari sorot seorang perempuan.
Nah, walau buku itu adalah kumpulan fiksi 14 cerpen Vira Cla di kompasiana, tetap terasa ceritanya seolah fakta. Dalam bagian buku Que Sera-Sera, bercerita tentang terjebaknya seorang perempuan lajang dalam desah, dengkur, dan resah di kamar kost seorang jurnalis professional, yang tegabung dalam organisasi AJI. Apakah AJI yang dimaksud adalah Aliansi Jurnalis Independen? Hanya Mbak Vira yang tahu. Namun yang pasti dalam cerita itu tertulis; Idealis! Sayang, kata idealis tidak berlaku bagi hubungannya denganku.
Tentang apa kelanjutan ceritanya, saya sarankan untuk memesan bukunya langsung ke Mbak Vira yang baik, karena sayapun baru selesai membaca satu bagian cerita bukunya. Sebelum memesan, saya mau kasi bocoran. Di sampul belakang, ada pesan tertulis warna hitam “Sekumpulan derita lajang dan jalang. Petikan pesan yang mengentak. Baca dan resapi, tetapi jangan coba-coba walau sekali”.
Saya bukanlah penulis fiksi yang baik dan produktif. Di kompasiana, fiksiku tidak lebih dari 10 tulisan, itupun kebanyakan puisi cengeng dan curhat. Saya sendiri malu-malu membacanya. Saya lebih bisa menulis yang gampang-gampang. Sesuatu yang aku saksikan, jalani dan resapi disekitarku. Saya menyebut diriku penulis kampungan, karena banyak berkisah membosankan tentang kampungku. Tulisanku egois.
Memang saya tidak tahu menulis fiksi, tetapi saya menyukai karya fiksi. Apalagi jikalau cerpen itu berangkat dari cerapan realitas seperti apa yang dituliskan Vira Cla. Selain karena Mbak Vira seorang perempuan dan menulis tentang fiksi petualangan sex. Kekaguman saya juga karena penulis kelahiran 26 Oktober 1986 ini berani menerbitkan buku perdananya dengan cara self publishing, dengan nama Veecia Publishing (maaf membocorkan umur, kali aja di traktir di ultahnya taon depan).
Mbak Vira bekerjasama dengan nulisbuku.com, untuk menerbitkan buku ditengah kesibukannya meraih gelar dokter gigi di kampusnya. Mudah dan murah katanya. Sungguh saya iri, karena rencana saya menerbitkan buku sendiri baru sebatas angan. Bagi yang senang dengan fiksi realita (demikian saya menyebutnya), silahkan hubungi Mbak Vira, lewat akunnya di kompasiana (www.kompasiana.com/classic). FB dan Tweeternya, saya rahasiakan. Khawatir saja kalau kubongkar, Mbak cantik ini mencabut gigiku.
Baru satu cerita saya baca, saya mulai jatuh cinta dengan buku ini.
Bantaeng, 27 Desember 2010