Mohon tunggu...
KOMENTAR
Foodie

Jualan Berjejer Khas Taman Roya

4 Desember 2010   01:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:02 587 6

Nah, peluang inilah yang dimanfaatkan penduduk sekitar. Jangan sekadar singgah, tapi istirahat dan makanlah!. Mungkin begitu visinya. Dulu hanya satu lapak warung, sekarang sudah berjejer sekitar 20 lapak. Sebelah menyebelah, berhadap-hadapan. Jualannya sejenis, yaitu makanan tradisional Makassar. Semua yang dijual berbahan bungkusan daun pisang, seperti Songkolo, gogos, buras, lemang. Lauknya telur itik rebus atau telur asing plus cabe tomat. Orang Makassar menyebutnya cobek-cobek. Pedis, asam, manis. Begitu rasanya. Enaknya khas. Tetapi bukan nano-nano.

Selain jualan kuliner khas itu, ada juga jualan lain seperti soft drik, kue-kuean dan makanan modern lainnya. Tetapi tempat itu menjadi khas, karena penganan berbungkus daun pisang ini. Setiap saya lewat di pagi hari, saya selalu singgah. Sarapan, karena di rumah hanya sekadar kopi, kemudian Go! Tidak ada langganan tetapku di sana, karena semua jajanannya sama. Di mana lahan parkir kosong, maka disitulah tempatku singgah. Toh, dagangannya sama. Tidak perlu pilih-pilih. Siapa punya rezeki, maka disitulah kita memberikannya.

Sarapan di Taman Roya Jeneponto, cukuplah membuat perut ini bertahan sampai di Makassar. Setelah urusan selesai dan waktu makan siang tiba, pilihan saya ada tiga. Coto Paraikatte di Jl. Pettarani, Sop Saudara di Jl. Andalas, atau Sup Kepala Ikan di Jl. Manuruki, bisa juga di Jl. Pelita Raya. Sore-sore, ngumpul sama teman. Pilihanku biasanya, di Warkop Phoenam Panakukang, Warkop Daeng Sija, atau Warkop Cappo. Pokoknya yang penting kopi deh. Setelah magrib, baliklah saya kembali ke Bantaeng.

Ehe, sepertinya urusan makan melulu. Tadinya saya mau cerita tentang usaha. Jadinya ngaco ke urusan makanan. Sangat kentara, penulisnya balala (rakus). Nah, setelah menuju Bantaeng, tempat favorit berikutnya adalah warung jagung di Kabupaten Takalar. Letaknya di jalan poros, sama yang di Taman Roya. Warungnya juga berjejer. Jualannya sama. Jagung rebus, plus kopi atau sarabba. Saraba adalah minuman jahe panas bercampur santan untuk sopir yang masuk angin. Masuk angin itu memalukan. Perut kembung dan kentut kadang nyelonong saja, tak permisi.

Seperti halnya penjual bandike, atau semangka. Letaknya juga di takalar. Kira-kra 5 km dari warung jagung ini. semangka besar dan manis itu, juga terus ada sepanjang musim. Jagung di Takalar, terkenal. Rasanya…..Yah, rasa jagung lah. Hanya saja jagungnya kurang ompongnya. Bulirnya kecil-kecil tetapi berisi. Jagung di Takalar ini padanannya hanya tumbukan cabe dan garam. Kalau Anda suka terasi seperti saya, maka dicampurlah cabe itu dengan terasi yang di tetesi jeruk nipis. Wuih…….,

Ekh, saya lupa. Sebelum sampai di Takalar kita melewati Kabupaten Gowa dulu. Setelah melewati kota Sungguminasa, kita akan kembali bertemu dengan jejeran penjual putu cangkir. Kue khas Makassar ini, bahannya kacang ijo. Di tempat ini, biasanya saya hanya singgah sebentar. Sekadar membeli putu dan buah untuk oleh-oleh. Putri sulung saya doyan buah, si bungsu doyan putu. Saya sendiri tidak hobbi keduanya, kecuali senyum penjualnya yang manis dan ramah itu. Pak Udin, sopir kantor yang biasa mengantarku, senang singgah di tempatnya Daeng Te’nne. Daeng Tenne ini sudah ditinggal mati suaminya, alias…..

Nah, sampailah kita pada pembahasan yang sedikit teoritis. Pelajaran ini berat, jangan berhenti membaca. Judul materinya, strategi marketing. Fokusnya diferensiasi. Istilahnya hebat kan? Kadang saya sendiri kurang suka istilah ini. Strategi marketing sebenarnya hanyalah cara menjual. Diferensiasi, tidak lebih dari aspek pembeda. Itu saja. Kenapa sih, harus bahasa Inggris? Maklum, bahasa Inggrisku jeblok. He-he-he

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun