Dulu setiap hari kamis ada kawan putri yang orang tuanya pejabat tentara mengajak bermain volley di komplek ini. Kami menyewa mikrolet dari arah Kampung Melayu dan berhenti di antara pohon-pohon dan menyeberang jembatan kecil untuk kemudian melewati rumah-rumah kopel (satu atap bisa ada 4-8 unit rumah) tentara yang kadang di dalamnya masih juga disekat-sekat dengan triplek.
Di dalam rumah-rumah tadi tinggal keluarga-keluarga tentara elit yang katanya masuk 1 dari sepuluh pasukan elit dunia. Tetapi rumah kopel dengan sekat-sekat itu benar-benar tidak elit dan malah menyedihkan. Beberapa yang masih bujang ada juga duduk-duduk atau tiduran di gudang-gudang.
Melihat kami datang tentara-tentara muda mempersiapkan lapangan dan mengganti pakaiannya dengan baju olahraga. Mereka bermain dengan teknik yang bagus dan teriak-teriakkan suportif untuk menyemangati kami yang masih ABG.
Sekali dua kali setelah memberi latihan mereka akan bertanding melawan grup kami, dan biasanya mereka kalah dan pada akhirnya Nona Abrianti akan mengajak mereka mengasoh sambil makan-makan di rumah bapaknya yang tidak mewah tetapi lebih besar dan asri daripada rumah lainnya.
Jadi saya pikir tentara2 kalah memang mau mengalah saja dan mungkin mereka berbaik-baik dengan kami karena ingin makan enak yang selalu disiapkan Ibunda dari Nona Abrianti yang pandai sekali memasak dan membuat kue-kue.
Sambil saiya ingat kenangan lama, maka saiyah perhatikan bahwa di depan markas tadi sekarang sudah berdiri mall besar yang ramai dengan orang lalu lalang keluar-masuk hilir mudik. Rumah-rumah kopel sebagian mungkin sudah hilang dan berganti dengan bangunan-bangunan yang lebih baik dan jalan yang juga diperluas.
Bapak separuh baya yang berdiri di pinggir gerbang pool berjalan mendekati saiyah dan sambil dia memberikan salut dia menyalami saya. Soal memberi hormat ala tentara ini saiya tidak terlalu heran, karena bila rambut dipotong cepak maka ada wajah saya menjadi mirip-mirip kepala keamanan pabrik atau sekuriti hotel melati.
"Siang pak, ada yang boleh saya bantu?" Rupanya dia bertanya ketika dilihatnya saya planga-plongo memperhatikan mall di seberang. Orangnya tegap meski terlihat tua mungkin dulunya mantan tentara yang demi menambah penghasilan atau mengisi hari tua mengambil order jaga keamanan pool.
"Dinas ya," saya balas dengan suara diberat-beratkan
"Siap pak. Jaga siang gantian dengan yang lain pak." Dia memberi hormat lagi.
Namanya Mas Sugeri, dan dia bercerita bahwa dulunya dia aktif sebagai anggota dan mengatakan bahwa bekerja sekarang karena memang mengisi waktu sekalian tambah jajan rumah katanya.
"Dulu saya lihat sendiri, Kolonel Prabowo menggebrak meja di depan atasan-atasan sambil tunjuk-tunjuk jari pak." Mas Geri bercerita.
"Ha ha ha dompet saya diambil pak Prabowo, dibuka di depan komandan sambil teriak: -Ini coba komandan bagaimana mau maju perang, kalau di dompet tentara cuma ada 750 perak. Apa yang mau ditinggal buat keluarga?-".
"Dari kejadian tadi, baru mulai ada perhatian ke kita. Beliau sendiri membuat dana kesejahteraan prajurit, beasiswa anak-anak, dan perbaikan bangunan-bangunan serta kredit murah rumah buat kita Pak." Mas Geri melanjutkan.
"Ya, mall itu, ya kita dapat THR dan pembagian hasil tiap tahunnya dari koperasi anggota. Lumayan pak tambahan-tambahannya."
"Makanya kalau bapak main ke rumah anggota Kopassus, ya mau aktif atau sudah pensiun seperti saiyah. Yang masih dipasang ya fotonya Komandan kita. Ya Danjen Prabowo." Dia tersenyum sumringah dan sepertinya bahagia.