Baru-baru ini, gerakan Black Lives Matter (BLM) di AS kembali menunjukkan bagaimana sebagian orang Amerika dapat menentang nilai-nilai arus utama perdamaian dan ketertiban. Seiring berjalannya waktu, istilah Woke diperkenalkan kembali dan sekarang didefinisikan sebagai "sadar dan secara aktif memperhatikan fakta dan isu penting mengenai keadilan sosial."
Sayangnya, bagian dari gerakan kebangkitan di AS ini juga mencakup promosi kamar mandi yang netral gender, berlutut saat lagu kebangsaan dinyanyikan dan mengizinkan orang untuk mengidentifikasi gender mereka sendiri. Woke populer di kalangan Generasi Y dan Z.
Tidak semua kegiatan counter culture atau Menentang Arus membuahkan hasil yang baik. Namun bila dilakukan dengan motif yang murni dan niat yang mulia, demi kepentingan orang lain, maka kegiatan tersebut patut disambut baik.
Menjadi pemecah belah tidak selalu berarti merusak. Berbagai pandangan dibagikan. Termasuk pandangan-pandangan yang out of the box untuk mencari tahu apa isu inti yang benar-benar memecah belah organisasi. Perspektif yang berbeda memungkinkan kita untuk memvalidasi gagasan kita sendiri dan menantang bias kita sendiri yang dikembangkan oleh budaya kepatuhan.
Di beberapa organisasi saya melihat ada beberapa anggota yang takut berbicara dengan bebas karena mentalitas kelas di mana pendapat anggota junior tidak dianggap dan ditambah lagi dengan budaya "patuh dulu sebelum mengeluh." Â
Menurut saya menentang budaya atau norma perilaku adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Masyarakat bisa berubah karena ada orang-orang dengan ide-ide radikal berhasil mengubah seluruh dunia.