Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Pasukan Elit Globalnya Amerika

10 Desember 2023   20:58 Diperbarui: 10 Desember 2023   20:58 124 8
AS telah berhasil dan terus mengembangkan dan sekarang malah bergantung pada pasukan elit globalnya yang digambarkan sebagai "warga dunia" karena orang-orang tersebut datang dari belahan bumi manapun. Istilahnya "People From Nowhere."

Istilah "People From Nowhere." menjadi pusat perdebatan Brexit di Inggris ketika Theresa May, perdana menteri pada saat itu mengatakan dalam sebuah konferensi Partai Konservatif, "Jika Anda yakin bahwa Anda adalah warga negara dunia, Anda adalah warga negara entah dari mana. Anda tidak mengerti apa makna dari kewarganegaraan."

Pernyataan ini mencerminkan pertentangan antara kosmopolitanisme dan globalisasi di satu sisi versus nasionalisme dan populisme di sisi lain.

Hal ini juga merupakan faktor munculnya politisi populis baru-baru ini seperti Perdana Menteri Viktor Orban di Hongaria dan Narendra Modi di India serta mantan Presiden Jair Bolsanaro dan Donald Trump di Brasil dan Amerika Serikat.

Jika AS dapat dianggap sebagai sebuah kerajaan, maka AS lebih merupakan sebuah kerajaan korporasi dan tanda-tanda paling umum dari suatu wilayah yang telah ditaklukkannya adalah cabang-cabang McDonald atau KFC ketimbang kerajaan militer yang  petualangannya setelah Perang Dunia Kedua pada dasarnya malah membawa bencana seperti contohnya di Vietnam, Irak, Suriah, dan Afghanistan.

Di masa lalu, banyak kerajaan merekrut tentara dari tempat mereka membangun kendali kolonial. Seperti contohnya tentara Gurkha di Nepal yang kemudian membentuk brigade tersendiri di Angkatan Darat Inggris.

Demikian pula Prancis yang memiliki brigade pasukan Senegal dan seorang petualang sekaligus penulis Inggris Lady Hester Stanhope, keponakan Perdana Menteri William Pitt the Younger, melakukan perjalanan ke Levant ditemani oleh pasukan Albania miliknya sendiri.

Kesultanan Utsmaniyah juga mempekerjakan pasukan Albania termasuk pasukan yang dipimpin oleh Mohammed Ali Pasha yang dikirim ke Mesir dan membentuk dinasti yang memerintah negara itu selama sekitar 150 tahun hingga akhirnya mengalahkan Kesultanan Utsmaniyah.

Kesultanan Utsmaniyah juga memiliki Janissari yang direkrut saat masih anak-anak berasal dari Balkan namun kemudian membentuk pasukan elit Turki yang berfungsi sebagai pasukan pengawal sultan. Beberapa dari mereka awalnya adalah tawanan perang atau budak namun ada juga keluarga yang menyerahkan anak-anak mereka secara sukarela untuk memberi mereka kesempatan untuk naik pangkat dalam sistem meritokrasi.

Dengan cara inilah kerajaan Turki mengubah orang-orang yang berbeda asal usulnya menjadi orang Turki yang kemudian ditiru Amerika Serikat. Mengubah orang-orang yang memiliki kemampuan dari berbagai negara di dunia menjadi warga negara Amerika.

Kerajaan korporasi Amerika modern ini merekrut orang-orang berkompeten di seluruh dunia mirip dengan perekrutan ala Janissari.

Mereka datang dari seluruh dunia dan direkrut pada usia muda oleh bank-bank dan perusahaan-perusahaan besar Amerika. Mereka yang direkrut pada umumnya memiliki gelar master di bidang administrasi bisnis dan kemudian bekerja selama beberapa tahun di perusahaan konsultan seperti McKinsey, Bain atau Deloitte sebelum akhirnya memulai karir global di perusahaan Amerika seperti Citicorp atau Johnson and Johnson. Dengan cara ini, mereka menjadi bagian dari pasukan elit globalnya Amerika.

Universitas-universitas Amerika kini memiliki kampus di seluruh dunia. Selain itu, lembaga-lembaga seperti INSEAD, Institut Administrasi Bisnis Eropa di Fontainebleau mirip kamp pelatihan Janissari untuk direkrut perusahaan-perusahaan di Amerika.

Sekitar 250.000 orang lulus dengan gelar MBA setiap tahunnya dan sekitar 60 persen di antaranya berada di Amerika Serikat.

Rekrutmen korporasi memiliki banyak kesamaan namun terkadang sulit  mengetahui asal usul mereka. Mungkin biasanya kita mengetahui dari mana asal seseorang saat pertama kali bertemu dengan mereka karena nama, penampilan dan aksen mereka akan memberikan beberapa indikasi namun terkadang tanda-tanda tersebut tidak ada sama sekali.

Mereka mungkin berasal dari Eropah, Afrika, Amerika Latin atau Asia. Berasal dari benua yang berbeda namun semua tampak sama karena mereka semua telah melalui proses homogenisasi dan "diformat" agar terlihat, terdengar dan terkadang bahkan berpikiran sama.

Ada pula fenomena yang berkembang baru-baru ini yang juga berakar di Amerika Serikat yang mendorong ekonomi digital global melalui raksasa teknologi AS seperti Facebook, Apple, Intel atau Amazon.

Sektor ini juga memiliki bahasa tersendiri dengan kata kunci seperti kewirausahaan, startup, inovasi, ekosistem, inkubator, angel investor dan lain sebagainya.

Budaya baru ini dihuni oleh "hipster" yang mengikuti tren dan mode terkini. Sekali lagi, kita dapat menemukannya hampir di mana saja di dunia ini.

Para hipster ini bertemu di kafe atau di ruang kerja bersama di tempat-tempat seperti Lagos, Dubai atau Singapura dan melalui proses penyaringan global seperti creme de la creme dan kemudian berakhir di Silicon Valley atau pusat inovasi lainnya seperti Boston.

Mereka menjadi bagian dari pasukan elit globalnya Amerika dengan subkultur dan gaya mereka sendiri.

Mayoritas orang yang bekerja di Silicon Valley adalah orang asing. Menurut sebuah laporan pada tahun 2014, 74 persen pekerja yang berusia antara 25 sampai 44 tahun yang bekerja di sana dalam bidang komputasi dan matematika lahir di negara lain. Begitu pula para eksekutif puncaknya.

Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa para pemimpin perusahaan-perusahaan di Amerika sebagai pasukan elit globalnya Amerika berasal dari belahan bumi manapun.

Dunia memang sedang melalui fase di mana nasionalisme dan populisme serta politik identitas sedang meningkat. Namun polaritas yang tersirat dalam pernyataan Theresa May mengenai perdebatan Brexit merupakan dikotomi yang salah.

Faktanya, seseorang dapat menjadi warga dunia sekaligus memiliki rasa identitas nasional yang mengakar meskipun mereka awalnya berasal dari belahan bumi yang lain.

Penulis Turki Elif Shafak mengutip penyair abad ke-13 Jalaludin Ar-Rumi yang membandingkan identitas dengan alat geometris yang dikenal sebagai Jangka.

Jangka memiliki satu kaki yang diposisikan kokoh dan terpasang di satu tempat sementara kaki lainnya dapat bergerak dalam lingkaran sempurna menjaga jarak yang sama sepanjang waktu.

Dengan kata lain, satu orang bisa menjadi banyak hal pada saat bersamaan dan tidak ada identitas yang homogen. Seperti Rumi yang memiliki banyak identitas.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun