Pada hari itu, pengunjuk rasa anti-Islam, termasuk seorang imigran Irak di Swedia yang membakar Alquran di luar masjid Stockholm pada bulan Juni mendapat izin dari polisi Swedia untuk membakar Al Qur'an di luar kedutaan Irak.
Ini bukan pertama kalinya Alquran dibakar di Swedia. Pada bulan Januari, demonstran sayap kanan membakar Alquran dan meneriakkan slogan-slogan anti Islam di depan kedutaan Turki di Stockholm. Turki langsung mengecam tindakan tersebut dan mengkritik Swedia karena memberikan izin kepada kelompok sayap kanan untuk menggelar demonstrasi.
Di luar Swedia, ada insiden lain yaitu pembakaran Al-Qur'an dan tindakan penistaan terhadap Islam di banyak negara Barat.
Pada 2012, tentara dari Pangkalan Udara Bagram AS di Afghanistan membakar salinan Alquran. Selain itu, sebuah film pendek anti-Islam Innocence of Muslims diproduksi dan dirilis oleh seorang pembuat film Mesir-Amerika pada tahun yang sama sebagai fitnah terhadap Rasulullah. Majalah Charlie Hebdo Prancis juga kerap menerbitkan kartun yang menyindir atau menghujat Islam. Ini jelas memicu reaksi yang signifikan dari dunia Islam.
Padahal, negara-negara Barat sangat menyadari pentingnya Alquran dan Nabi Muhammad di hati umat Islam sedunia serta memgetahui konsekuensi penistaan terhadap Islam. Namun tetap saja mereka berulang kali melakukan tindakan penistaan terhadap Islam seperti membakar Alquran.
Negara-negara tersebut tidak melarang tindakan yang memicu kebencian agama bahkan memberikan lampu hijau kepada mereka dengan kedok melindungi kebebasan berbicara.
Selain itu, umat Islam yang tinggal di AS dan negara Barat lainnya sering mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan bahkan kejahatan rasial dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Council on American-Islamic Relations, organisasi advokasi dan hak sipil Muslim terbesar di AS, mengatakan dalam laporannya tahun 2022 bahwa mereka menerima lebih dari 6.700 pengaduan hak sipil pada tahun 2021 dan peningkatan insiden kebencian sebesar 28 persen dibandingkan tahun 2020.
Di Eropa, umat Islam juga sering didiskriminasi karena keyakinan agama ataupun perbedaan warna kulit mereka dan terpaksa tunduk pada penegakan hukum yang tidak tepat.
Meskipun AS dan negara-negara Barat lainnya sering berbicara tentang hak asasi manusia dan kebebasan beragama namun mereka tetap saja menginjak-injak keyakinan agama dan martabat umat Islam di seluruh dunia.
Barat yang dipimpin AS secara terbuka menghalangi Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk mengeluarkan resolusi yang mengecam pembakaran Al-Quran.
Padahal pada 12 Juli Dewan Hak Asasi Manusia telah menyetujui resolusi tentang kebencian agama setelah pembakaran Alquran di Swedia. Namun Resolusi itu ditentang keras oleh AS dan Uni Eropa yang mengatakan itu bertentangan dengan pandangan mereka tentang "hak asasi manusia" dan "kebebasan berekspresi."
Alasan paling mendasar untuk ini sebenarnya adalah "Islamofobia" yang tersebar luas dan mengakar dalam masyarakat Amerika dan Eropa, yaitu ketakutan, kebencian, dan prasangka irasional terhadap Islam dan Muslim.
Meskipun AS dan Eropa mengadvokasi "kesetaraan" dan "toleransi", namun mereka kerap menampilkan intoleransi terhadap Islam dan Muslim juga memendam diskriminasi dan bahkan kebencian terhadap umat Islam.
Meskipun ada beberapa politisi yang menunjukkan sikap memperlakukan Muslim secara setara, tetap saja "Islamofobia" mereka yang mendalam terus membentuk orientasi kebijakan mereka termasuk menyetujui atau bahkan memaafkan tindakan penistaan seperti pembakaran Alquran dan menentang resolusi yang mengutuk tindakan semacam itu di Dewan Hak Asasi Manusia PBB.