Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Apa yang Salah dengan Rekening Penggalangan Dana Jokowi?

31 Mei 2014   13:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:54 262 4
Mungkin tidak ada salahnya jika pihak "Progress 98" melaporkan Jokowi ke KPK dengan dalih adanya dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Jokowi melalui penggalangan dana yang dilakukan pada beberapa rekening, seperti:

1. BRI kantor cabang Mall Ambassador. Nomor rekening 1223 01000172309 atas nama Joko Widodo-Jusuf Kalla,

2. Bank Mandiri KCP Jakarta Mega Kuningan nomor 070-00-0909096-5 atas nama Joko Widodo/Jusuf Kalla M.

3. BCA KCP Mega Kuningan nomor 5015.500015 atas nama Joko Widodo/HM Jusuf Kalla .

Karena dengan adanya laporan itu maka akan menjadi suatu peringatan dini bukan hanya bagi Jokowi, tetapi juga bagi bangsa Indonesia bahwa harus waspada dengan adanya "pemanfaatan terhadap kekuasaan" maupun "money politic" dalam pilpres mendatang.

Namun, yang perlu dicermati dibalik itu, apakah salah jika Jokowi membuka rekening untuk penggalangan dana untuk membiayai seluruh aktivitas pemenangannya?

1. Penulusuran terhadap gratifikasi...

Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001, bahwa : "Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik."

Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan Pasal 12B ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001. "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.........

Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya.

Lantas, apakah penggalangan dana yang dilakukan oleh Jokowi itu terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur DKI (walaupun saat ini lagi cuti)? dan apakah penggalangan dana tersebut dapat dikategorikan sebagai gratifikasi?

Jawabannya bisa jadi ya, bisa jadi juga tidak... Tergantung dari motif penggalangan dana tersebut.

Penggalangan dana itu akan menjadi "ladang" gratifikasi jika ada pihak yang bisa membuktikan bahwa Jokowi memanfaatkan atau "menyalahgunakan" kewenangannya sebagai Gubernur DKI (status cuti) dalam penggalangan dana tersebut, ataupun Jokowi meminta kepada seseorang (pihak tertentu) untuk membantu dana pemenangannya dengan memberikan janji/imbalan berupa fasilitas ataupun kemudahan di kemudian hari terkait posisinya sebagai Gubernur DKI sebagai balasannya.

Namun, kalau seandainya hal itu tidak dapat dibuktikan maka sudah menjadi hak jokowi untuk mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya dari masyarakat, sepanjang bukan merupakan dana dari tindak pidana (termasuk pencucian uang) dan tidak bersumber dari pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya, pemerintah dan BUMN/BUMD, serta tidak melebihi ketentuan yang telah telah ditetapkan oleh KPU (Paling banyak 1 (satu) Milyar dari perseorangan dan paling banyak 5 (lima) Milyar dari kelompok, perusahaan dan/atau badan usaha non pemerintah) (Pasal 10 dan 11 PKPU No.17/2014).

2. Penelusuran terhadap Keberadaan Rekening Penggalangan Dana Jokowi-JK...

Terkait dengan status Jokowi yang saat ini menjadi Capres pada Pilpres 2014 ini maka sudah menjadi kewajiban bagi Jokowi untuk menjalankan segala aturan ataupun regulasi yang dikeluarkan oleh KPU terkait dengan pelaksanaan Pilpres ini, termasuk Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Pada PKPU tersebut, khususnya pada pasal 9, 14, 15, dan 16 diatur tentang pembuatan dan pelaporan "Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK)".

Dalam PKPU tersebut, RKDK harus dibuka di Bank Umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah Pasangan Capres/cawapres ditetapkan oleh KPU.  RKDK harus terpisah dari rekening pribadi pasangan capres/cawapres (pasal 14 PKPU No. 17/2014) dan merupakan rekening penampungan sumbangan dana kampanye dalam bentuk tunai/kas, sehingga selama dana kampanye tersebut berbentuk tunai/kas maka dari manapun sumbangan itu baik dari pribadi pasangan capres/cawapres, partai politik pengusung maupun dari sumbangan pihak lain harus melalui/ditempatkan pada RKDK sebelum digunakan (Pasal 9 dan 15 PKPU No. 17/2014).

Bicara tentang jumlah RKDK, pada PKPU itu juga telah diatur bahwa selain RKDK yang dibentuk oleh tim kampanye Nasional, RKDK juga wajib dibuka oleh tim kampanye tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota, sehingga jangankan 3 rekening, seharusnya setiap tim kampanye membentuk sekurang-kurangnya 536 RKDK dengan asumsi 1 RKDK tingkat Nasional, 34 RKDK tingkat Provinsi, 501 RKDK tingkat Kabupaten/Kota.

Selain itu, dalam PKPU tersebut juga telah diatur bahwa untuk menilai kewajaran dan kepatuhan pengelolaan dana kampanye, termasuk keberadaan dana pada RKDK tersebut maka KPU akan menunjuk Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk mengauditnya yang diberikan waktu selama 45 hari.

Jadi, apa yang salah dengan rekening penggalangan dana Jokowi?

Jawabannya ada pada anda semua masyarakat Indonesia.

Salam persahabatan...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun