Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum

Perkara yang Kompleks Melibatkan Hubungan Ayah dan Anak

14 Agustus 2024   08:34 Diperbarui: 14 Agustus 2024   08:56 63 0
Seorang ayah yang tega mengancam anaknya dengan pidana demi mendapatkan keuntungan pribadi.

Dua hari yang lalu, kami mendampingi sebuah perkara di salah satu daerah yang cukup jauh dari Kota Makassar. Tidak perlu saya sebutkan di mana tepatnya. Kasus ini cukup menarik karena melibatkan hubungan antara seorang anak dan ayahnya.

Dalam perkara ini, kami dipercaya oleh pihak anak untuk menjadi kuasa hukumnya.

Ayah tersebut pernah menghibahkan hartanya kepada anaknya. Bertahun-tahun setelah bercerai dengan istrinya dan menikah lagi dengan orang lain, ia mencoba untuk mengambil kembali harta yang telah dihibahkan tersebut dengan modus pemalsuan tanda tangan. Padahal, akta hibah tersebut telah ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik atas nama sang anak.

Sang anak diancam akan dilaporkan ke pihak berwajib jika tidak memenuhi permintaan sang ayah, yaitu memberikan uang tunai sebesar Rp. 700.000.000 (Tujuh Ratus Juta Rupiah) atau meninggalkan rumah yang pernah dihibahkan padanya dan yang saat ini menjadi tempat tinggalnya. Sang ayah mengklaim bahwa sang anak tidak memiliki hak atas rumah tersebut.

Anak tersebut, yang baru pertama kali berhadapan dengan hukum, merasa cemas dengan ancaman tersebut meskipun ia yakin bahwa tanda tangannya tidak dipalsukan. Dalam kondisi tertekan, sang ayah berhasil memaksa anaknya untuk menandatangani sebuah kesepakatan sederhana yang ditulis tangan, tanpa keterangan jelas mengenai dasar atau objek perjanjian tersebut. Jelas terlihat bahwa perjanjian tersebut dibuat dalam keadaan terpaksa.

Masalah ini juga melibatkan saudara sang ayah, yang turut mendukung tindakan saudaranya untuk mengambil keuntungan dari anaknya. Saudara tersebut juga mengklaim bahwa tanda tangannya sebagai saksi dalam akta hibah tersebut dipalsukan.

Berdasarkan perjanjian yang telah ditandatangani, sang ayah melalui kuasa hukumnya meminta agar sang anak memenuhi isi perjanjian tersebut secepatnya, atau paling lambat dua minggu sejak perjanjian itu dibuat. Jika tidak, pengacara sang ayah akan melaporkan sang anak atas dugaan tindak pidana pemalsuan tanda tangan.

Adapula beberapa pertimbangan hukum saya yakni:

1. Hibah dan Kepemilikan Harta
   - Hibah adalah perbuatan hukum di mana seseorang menyerahkan sesuatu secara cuma-cuma kepada orang lain dan berlaku seketika. Jika hibah tersebut sudah dituangkan dalam bentuk akta hibah dan bahkan sudah ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama anak, maka secara hukum, harta tersebut telah menjadi milik anak dan bukan lagi milik ayah.
   - Sertifikat Hak Milik (SHM) memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat dalam sistem hukum pertanahan di Indonesia. Sertifikat tersebut merupakan bukti sah kepemilikan atas tanah yang diakui oleh negara. Sehingga, ayah tidak memiliki hak lagi untuk menarik kembali hibah tersebut, kecuali ada dasar hukum yang kuat, seperti pembatalan hibah yang disebabkan oleh cacat hukum dalam proses hibah tersebut.

2. Ancaman Pidana dan Pemerasan
   - Ancaman untuk melaporkan dugaan tindak pidana dengan tujuan memperoleh keuntungan dapat dikategorikan sebagai tindakan pemerasan, yang merupakan tindak pidana menurut Pasal 368 KUHP.
   - Tindakan ayah yang memaksa anak untuk menandatangani perjanjian di bawah tekanan atau ancaman dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Perjanjian yang dibuat dalam keadaan terpaksa atau di bawah tekanan bisa dianggap tidak sah atau dapat dibatalkan menurut Pasal 1321 KUHPerdata.
   
3. Pemalsuan Tanda Tangan
   - Tuduhan pemalsuan tanda tangan dalam konteks ini harus dibuktikan secara hukum. Apabila sang anak yakin bahwa tanda tangannya tidak dipalsukan, maka tuduhan tersebut dapat dianggap sebagai ancaman yang tidak berdasar.
   - Jika ayah dan saudaranya melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan tanpa bukti yang kuat, mereka bisa menghadapi risiko hukum jika laporan mereka terbukti tidak benar, yang dapat dianggap sebagai laporan palsu atau pencemaran nama baik.

4. Kesepakatan yang Ditandatangani Anak
   - Kesepakatan yang ditandatangani di bawah tekanan atau ancaman dapat dianggap sebagai perjanjian yang batal atau dapat dibatalkan. Dalam hukum perdata, unsur kehendak bebas adalah syarat sahnya suatu perjanjian. Jika anak menandatangani kesepakatan tersebut dalam keadaan terpaksa, ia dapat mengajukan gugatan pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan.

5. Peran Saudara Ayah
   - Saudara ayah yang mendukung tindakan ini dan menyatakan bahwa tanda tangannya dalam akta hibah juga dipalsukan, tanpa bukti yang kuat, dapat terlibat dalam tindakan yang melawan hukum, termasuk kemungkinan melakukan tindakan pemerasan bersama dengan ayah.

6. Langkah Hukum yang Dapat Diambil
   - Sang anak dapat melaporkan tindakan ayah yang mengancam dan memaksa untuk menandatangani perjanjian tersebut kepada pihak berwenang, karena tindakan tersebut bisa dianggap sebagai pemerasan.
   - Sang anak juga dapat mengajukan gugatan perdata untuk pembatalan perjanjian yang ditandatangani di bawah tekanan, dengan alasan bahwa perjanjian tersebut dibuat tidak secara sukarela dan tanpa kejelasan objek perjanjian.

7. Pertimbangan Etika dan Keadilan
   - Dari sudut pandang etika, tindakan ayah yang mengancam dan memaksa anaknya demi keuntungan pribadi sangat tidak dapat diterima dan mencederai prinsip keadilan.
   - Dalam hal ini, sang anak berhak untuk mempertahankan hak-haknya dan mendapatkan perlindungan hukum dari ancaman yang tidak berdasar.

Nah, ini sedikit pandangan hukum yang bisa saya sajikan sebagai bahan edukasi hukum buat kita semua.

Penulis : Andi Muh. Asdar

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun