Namun, kebahagiaan yang teramat indah untuk dikenang itu tidak berlangsung lama. Â Serly di usianya yang masih butuh kasih sayang harus rela kehilangan bunda tercinta yang yang telah dipanggil oleh sang Khaliq bebera jam usai melahirkan adik Bungsu Serly yang sekarang bernama Amri.
Kebahagian ini mulai redup bagai lilin diterpa badai. Serly kecil harus terpisah dengan kakaknya yang senantiasa merawat menjaga dan melindungi disetiap hari dan waktu. Praha keluarga mulai diterpa badai. A. Besse bunda Serly yang nota bene adalah adalah istri kedua dari Amir sehingga, dengan kepergian bunda Serly, Serly pun akhirnya diambil oleh adik kandung ayah Serly dibawa ke Engrekang (Duri) oleh karena tidaklah mungkin Serly kecil bisa tersenyum dan tertawa riang dipangkuan seorang ibu tiri.
Kakak Serly yang seharusnya menjadi pelingdungnya di lingkup keluarga yang ber prahara ini juga tidak berdaya untuk melindungi Serly yang seharus masih butuh perlindungan dan kasih sayang. Hanya Allah dan waktu yang tahu penyesalan seorang penyesalan seorang kakak yang tidak berdaya pada adik tercintanya.
Waktu dan Praha keluargalah yang memisahkan kedua insan bersaudara ini. Serly kecilpun bak hilang ditelan bumi dimata kakak tercintanya. Serly kecil yang tidak tahu apa apa ini kehilangan belaian kasih sayang bunda sekaligus kehilangan kasih sayang seorang kakak.
Serly kecil yang tidak bisa memutar balik roda ingatannya yang telah tergilas oleh waktu ini pun menjalani hidupnya. Entah apa yang dialami dimasa kecil yang hidup dengan tantenya hanya waktu yang tahu apa dan bagaimana nasibnya.
Serly kecil yang mulai beranjak dewasa ini memiliki rahasia kecil dilingkup keluarganya. Serly tidak mengetahui siapa ayah dan ibunya, hingga suatu saat setelah Serly kecil telah beranjak dewasa rahasia inipun mulai terungkap jika bunda yang selama ini merawatnya adalah tantenya dan ayahnya ternyata adalah pamannya.
Semenjak rahasia ini terungkap Serly mulai terpukul seiring dengan goncangan jiwa dan rasa minder tidak percaya diri, Serly pun mulai mendapat perlakuan yang tidak layak oleh tantenya. Sebelum kesekolah ia harus menyelesaikan pekerjaan yang tidak seharusnya dilakukan oleh anak pelajar seusia Serly.
Sebelum ke sekolah ia harus menjemur hasil panen perkebunan dulu, sepulang sekolah ia melanjutkan pekerjaannya ditambah dengan beberapa pekerjaan lainnya. Serly menceritakan, disuatu hari sepulang sekolah ia belum di ijinkan makan sebelum menyelesaikan beberapa pekerjaan. Serly yang kelaparan terpaksa makan sembunyi sembunyi didalam kamar mandi
Perlakuan perlakuan kasar di hari harinya tidak luput dari siksaan dan pukulan pukulan yang berbekas sampai saat ini yang merupakan trauma tragis yang selalu hadir menghantui pikirannya dan menjadi goncangan jiwanya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun dijalaninya dengan penuh rasa tersiksa lahir maupun bhatin. Pada akhirnya Serly yang seharusnya belum siap menghadapi kejamnya dunia terpaksa memutuskan untuk lari meninggal tantenya yang kejam itu. Beberapa percobaan untuk kabur gagal, namun, pada akhirnya suatu hari Serly berhasil kabur dari rumah tantenya itu.
Dari sinilah awal Seorang Mutiara Yang Hilang bernama Serly harus berjuang hidup menghadapi dunia yang fanah penuh kepalsuan ini. Serly sebenarnya sangat disayang oleh ayahnya Amir, hanya saja tidak mungkinlah ayah Serly memeliharanya dan hidup bersama dengan istrinya yang telah berprahara dengan bunda Serly semasa hidupnya itu.
Seiring waktu berjalan terjalinlah kembali pelukan kasih sayang antara anak dan ayah, namun, masih ada dua hal yang menjadi misteri bagi Serly yakni siapa bundanya dan apa yang pernah dialaminya selama balita.
Kebahagiaan mulai terukir diwajah Serly. Namun, waktu berkata lain kebahagiaan itu tidaklah berlangsung lama. Ayah Serly yang menjadi tumpuan mendapatkan manja dan kasih sayang juga harus pergi meninggalkan Serly karena penyakit yang dideritanya, ayah Serly harus pun pergi untuk selama lamanya.
Mutiara inipun mulai dirundung duka nestapa, di akhir akhir hayat ayah Sely pernah berpesan kepada Serly bahwa Serly memiliki seorang kakak yang pernah menjaganya semasa kecil. Ayah Serlypun berpesan untuk mencarinya.
Perjuangan hidup yang dilalui seorang Serly tidaklah mudah apalagi hidup di kota Makasaar. Berbagai liku liku yang penuh onak dan duri kepedihan, kesengsaraan tetap saja dijalaninya seiring dengan detak waktu yang terus berjalan.
Serly sama sekali tidak mengetahui bagaimana wajah kakak dan dimana keberadaannya, yang ia tahu hanya nama kakaknya. Untuk menemukan kakaknya hanya ada satu petunjuk yakni kuburan Bunda Serly yang berada di Panaikang.
Dalam perjalanan hidupnya Serly bertemu dengan seorang lelaki yang diharapkannya bisa menjadi penopan hidupnya melindunginya dan menyayanginya. Ia menikah dengan lelaki itu dengan harapan masa lalu yang kelam dapat pupus dengan kebahagiaan. Namun rupanya kebahagiaan sulit terbangun diatas mahligai cinta yang mendua. Lelaki itu ternyata memiliki seorang istri, Akhirnya rumah tangga itu tidak berlangsung lama dan berpisah setelah di karuniai seorang putri.
Dalam kesedihannya, Serly banyak menghabiskan waktunya menangis berkeluh kesah dipusara bundanya, memeluk erat batu pusara bundanya. Dan kerapkali menyampaikan pesan kepada kakek tua penjaga kuburan Panaikang bahwa ada seorang yang bernama Serly mencari kakaknya yang bernama Opang.
Dibalik rahasia dan kehendak Allah kedua saudara ini belum bertemu, kerapkali antara kakak dan adik berselisih waktu berziarah ke pusara bundanya. Hingga suatu hari saat kakaknya berziarah ke makam ibunya, penjaga kuburan menceritakan bahwa pernah ada seorang wanita menangis di puasara memeluk pusara ini tiada henti hentinya menangis waktu dia mau pulang dia katakan mencari kakaknya. Sontak sang kakak ini juga ikut menangis mengingat dan mengenang adiknya semasa kecil sang kakak ini langsung berkata, "Kata adakah nomor hp dia simpan," penjaga kuburan mengatakan ada tapi sudah hilang tidak tahu dimana disimpannya.
Huffffffff sembari menarik nafas sang kakak, harapan ada nomor hp yg bisa mempertemukan pupus pula.
Namun, harapan untuk menemukan adiknya tidak pernah surut, sang kakak menghubungi semua kontak2 yang diketahuinya . Masalah disini saat berpisah berpuluh puluh tahu yang lalu waktu itu itu belum ada ponsel. Hingga suatu hari terdengar kabar bahwa di Dg Sirua Makassar akan ada pesta penikahan keluarga dan biasanya semua keluarga akan berkumpul dan bisa jadi Serly juga ada.
Sang kakak akhirnya berpesan kepada keluarga yang ada di Makkassar yang akan hadiri pesta tersebut bahwa jika menemukan Serly minta nomor ponselnya.
Dalam kegelisahan menungggu moment yang bisa mempertemukan ke dua kakak beradik. Pada akhirnya.... Alhamdulillah Allah telah berkehendak mempertemukan kakak beradik, rasa syukur bercampur haru  tangis sedih dan tangis bahagia menghiasi pertemuan kakak beradik yang telah berpisah selama berpuluh puluh tahun lamanya ini.
Adikku... Maafkan kakak telah membiarkanmu melewati hari harimu dimasa kecil tanpa belaian kasih sayangku.
Adikku.... Maafkan kakakmu yang tak dapat melindungimu dari kejamnya dunia
Adikku.... Maafkan kakakmu yang tidak dapat melindungimu dari tangan tangan kasar yang melukai tubuh dan hatimu
Adikku.... Maafkan kakak telah membiarkan dirimu berjalan melewati roda waktu yang saya tahu persis perjalanan itu sangatlah menyakitkan
Adikku... seandainya waktu bisa diulang kembali, kakak ingin selalu berada disampingmu melingdungimu, menyayangimu sepenuh hati dan tidak akan membiarkan dirimu menjalani hidup sendiri, karena kakak tahu melewati hari hari itu tidaklah mudah bagi seorang Elly yang lucu imut dan polos karna hidup penuh perjuangan.
Wahai Srikandiku, maafkan kakak yang lemah ini.
Wahai Mutiaraku Yang Pernah Hilang, di kiri kananmu ada mutiara mutiara kecil yang kerapkali tertawa riang bermain dengan lucunya. Sayangilah dia seperti Bunda menyayangi dimasa hidupnya. Berilah dia ruang dan waktu untuk tetap tersenyum sampai akhir masa keyakinan dan kepercayaanmu pada pundak seseorang.
Roda waktu kehidupan akan terus berputar menantangmu, lewatilah, saya yakin dan percaya kau adalah seorang Srikandi Perkasa yang bisa menaklukkannya.
Penulis, Andi Topan