Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Bungkamnya Lembaga Survei Menjelang Pilpres : [Tanya Kenapa]

29 Juni 2014   10:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:19 2376 0
Sebagai orang yang awam terhadap politik, tentu babak baru dalam kontestasi 5 tahunan untuk memilih presiden selalu mencuri perhatian banyak orang. Dari semua sajian menu dalam kontestasi ini, perang antar lembaga survei adalah yang paling menarik. Mengapa? Karena disinilah sebenarnya idealisme serta keilmuan seorang akademisi dibuktikan. Para periset dari lembaga-lembaga survei ini tentu bukan periset abal-abal tentunya. Mereka adalah para ahli di bidang ilmu statistika. Selain itu, guna menerjemahkan data-data hasil survei, tentu lembaga-lembaga ini memiliki ahli-ahli tafsir dibidang sosial politik. Belum lekang dalam ingatan, bagaimana lembaga-lembaga survei ini berperang dengan lembaga lain ketika pemilu legislatif beberapa bulan yang lalu. Namun mengapa saat pemilu sudah hampir mencapai klimaksnya, justru mereka malah melempem dan tidak mengaum seperti sebelumnya. Lama saya mencoba mencari dan menyambungkan antar satu fakta dan bukti dengan variabel yang lain. Hingga akhirnya saya dikirimi informasi melalui email oleh salah satu rekan baik saya di Indonesia, Adi Mulia Pradana. Beliau saat ini bekerja untuk salah satu konsultan asing di Indonesia, juga menjadi volunteer bagi KPK RI, serta Indonesia Mengajar. Beliau juga salah satu aktivis yang saya kenal giat mengawal berbagai pembahasan RUU di DPR RI. Berikut adalah jawaban yang cukup membuka cakrawala saya tentang judul tulisan ini. Mengapa Lembaga Survei Tidak Suka Prabowo Tiba-Tiba Unggul? Pertanyaan sekarang tertuju pada lembaga survei. Ada hal yang kontradiktif jika dibandingkan antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Dalam satu setengah bulan terakhir, jumlah survei (jika dihitung per Mei 2014) terhadap kontestasi pilpres hanya 14 buah survei. Bandingkan dengan hal yang sama saat pemilu legislatif, dimana jika dihitung per Februari 2014, ada 25 survei parpol. Itu belum menghitung survei capres pada rentang Februari-April 2014 (sebelum pileg dilangsungkan). Sebagai catatan, jumlah survei sejak 2011 hingga 24 Juni 2014 ada sebanyak 118 survei, baik parpol maupun capres. Ada banyak pertanyaan mengapa lembaga survei tidak lagi intens melakukan survei, meski seharusnya survei pilpres seharusnya secara teknis lebih sederhana. Tapi bisa juga menghadirkan banyak dugaan:

  • Penghitungan nasional terhadap hasil pileg banyak yang meleset dari perkiraan semua survei. Ada trauma penyedia dana survei (jika dilakukan untuk keperluan internal suatu pihak dan punya kebijakan menyengaja disebarluaskan hasilnya)
  • Perdebatan kredibilitas lembaga. Para lembaga survei bisa jadi berpikir ulang dalam melakukan survei pilpres saat survei mereka di pileg ternyata meleset terlalu besar
  • Tantangan teknis melakukan survei. Bisa jadi para responden menjadi enggan untuk disurvei kembali. Bisa jadi “memerlukan biaya tambahan” lebih besar untuk merayu sampel/responden agar bersedia disurvei/dimintai jawabannya
  • Survei pilpres pasca pileg lebih mengerucut nama-namanya. Pembanding antara “mensurvei 2 nama” tidak lagi sama dibanding “mensurvei 6-8 nama bakal capres”, faktor koalisi yang dibentuk tiap capres juga mempengaruhi pilihan konstituen
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun