Bukanlah aku yang sadar bahwa aku adalah aku.
Bukanlah aku yang bahwa aku adalah diri aku sendiri.
Nah, mengapa aku tak bisa mencapai kebahagiaan?
Karena pikiranku selalu menolak kesengsaraan, hanya menginginkan kebahagiaan.
Padahal perasaan aku (dan kamu semua) memiliki dualitas yang kontras satu sama lain.
Walaupun perasaan itu memiliki preferensi yang tidak mutlak 1 (senang, bahagia, segar, cinta, sukacita, nyaman, dll) dengan 0 (sedih, sengsara, nyeri, benci, dukacita, waswas, dll).
Melainkan 0,1-0,2-0,3 .... 0,9
Dulu aku pernah mengalami kekayaan besar dalam hidupku dan aku (I was) bahagia.
Lalu aku mengalami kemelaratan besar dalam hidupku dan aku (I used to be) sengsara.
Tapi sayangnya, aku saat ini (I am) adalah masa depan aku yang dulu (I was dan I used to be).
I was sangat bahagia dan lupa diri dengan harta sampai Krisis Moneter 1998 menerpa I was.
Dan selama bertahun-tahun I used to be membangun ekonomi sampai merasa sangat sengsara.
Dan I am menjadi proyeksi dari I used to be, yang kontras dengan I was.
Dan orang lain tidak dapat memahaminya.
Tapi bagaimana dengan aku (I)? Apakah I memahaminya? Kemanakah I saat itu dan sekarang?
I tidak pernah disadari oleh I was, I used to be, dan I am.
Dan akhirnya, I terkubur dalam alam bawah sadar I am.
Sepertinya, mulai sekarang I harus berdamai dengan pikiranku dan perasaanku.
Oh, tidak!!
Sulit berdamai dengan pikiranku karena aku belum menyatakan perang dengan pikiranku.
Lebih baik aku awali dengan berdamai dengan perasaanku: "mengamini kebahagiaan dan kesengsaraan".
Karena aku ini bagian dari alam.
Alam yang selalu menganut kausalitas yang kuat: harmonis, simetris, dan proporsional.
Artinya,
Aku haruslah "sadar" ketika bahagia, maka ada orang lain yang bersedih.
Aku haruslah "sadar" ketika bersedih, maka ada orang yang lain bersukacita.
Jika aku sedang dalam keadaan bahagia,
Aku harus sadar bahwa ada orang lain yang sedang bersedih.
Begitupun sebaliknya!
Jika aku sedang bersedih,
Aku harus sadar bahwa aka ada orang lain yang sedang berbahagia.
Jadilah aku yang sesungguhnya. (dik)