Tak terasa waktupun berlalu kian cepat, berpacu dengan zaman. Hingga suatu ketika datanglah seorang kakek tua menghampiriku.
"Nak, menyingkirlah. Kakek ingin menebang pohon ini untuk membangun tempat rumah bagi anak gadis kakek. "
Ternganga aku mendengar suara sang kakek, beliau ingin menebang pohonku, tapi kenapa dan untuk apa, kenapa harus pohon ini?? tak adakah pohon yang lain?
Tak kuasa aku bersuara, ia sangat berharga bagiku. Ia selalu ada buatku, saat aku membutuhkan tempat untuk bersandar, tempat untuk berbagi kesah, yang menemani hari-hari ku yang gersang.
Dimana lagi aku bisa mendapatkan pohon serindang dan sekokoh ini. Aku tak ingin kehilangannya. Tapi akupun tahu, pohon ini tak ditanam untukku. Dia bukan milikku...
"Kek, bolehkah aku memunguti rantingnya?" Aku memelas berharap pada sang kakek.
"Ambillah..." Jawabnya seraya tersenyum.
"Terimakasih Kek."
Kupungut ranting yang berserakan itu, kukumpulkan serpihan-serpihan kenangan yang ditinggalkannya untukku. Â Kelak, saat malam datang mencekam, saat tak ada lagi sinar rembulan, kuharap rantingnya dapat menerangi malamku. Senantiasa menginspirasi dan menyinari, hingga malam-malamku tak terasa sunyi.