"Menyimak tulisan-tulisan yang ada di buku ini, saya seperti berada di studio tari, di mana semua sisinya adalah cermin besar. Saya tak bisa menyembunyikan kekurangan, karena bisa nyawang githoké dhéwé (melihat tengkuk sendiri) menjadi mungkin, sesuatu yang dibakukan lewat peribahasa sebagai kemustahilan. Hanya hipokrisi yang melahirkan penyangkalan. Siapapun mereka, para beliau kontributor tulisan di buku ini, saya enggan memilah. Mau Facebooker, ‘Mulkiplier’, kompasianer, pemuja Blogspot atau Wordpress dan Twitter sekalipun, sudah tak relevan. Catatan-catatan mereka telah menyentil hipokrisi saya. Entah Anda, para pembaca sekalian.... (Blontank Poer)"