Program legislasi nasional (prolegnas) merupakan suatu perencanaan dalam pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional.
Fokus utama dalam program ini adalah pembentukan undang-undang yang merupakan salah satu instrumen penting dalam pembangunan hukum, khususnya pada materi hukum "legal substance".
Untuk mewujudkan sistem hukum nasional yang sesuai dengan cita-cita bangsa, dilakukan beberapa upaya melalui pembangunan materi hukum yang terdiri dari :
pembaruan peraturan perundang-undangan, pemberdayaan lembaga hukum yang ada, peningkatan integritas para penegak hukum dan pembangunan budaya hukum.
Pembentukan suatu peraturan perundang-undangan merupakan proses operasional dan administratif yang cukup luas, secara garis besar dalam UU P3 disebutkan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan mencakup tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, pengundangan dan penyebar luasan.
Berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan undang-undang, prolegnas terdiri dari prolegnas jangka menengah dan tahunan, dalam UU P3 no.12 tahun 2011 menjelaskan bahwa penyusunan prolegnas hanya dilaksanakan oleh DPR, DPD dan pemerintah.
Selain itu, telah diatur dalam peraturan presiden no.87 tahun 2014 pasal 11 sampai 14 yang menjelaskan tentang penyusunan prolegnas jangka menengah dan prolegnas prioritas tahunan diatur dalam pasal 17 sampai 21 (masih pada aturan yang sama).
Pada prolegnas jangka menengah, penyusunan dan penetapan dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR untuk jangka waktu 5 tahun, lalu dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan prolegnas prioritas tahunan.
Sedangkan penyusunan dan penetapan prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan jangka menengah yang dilakukan setiap tahun sebelum penetapan rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Tahap koordinasi dalam penyusunan prolegnas antara DPR dan pemerintah terdapat suatu perbedaan, pada DPR dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPD dan/atau masyarakat, sedangkan pada lingkup pemerintahan, penyusunan dikoordinasikan oleh menteri atau lembaga penyelenggara di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Evaluasi dalam prolegnas jangka menengah dilakukan oleh menteri atau kepala badan terkait dan pemrakarsa pada akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan prolegnas prioritas tahunan, hal tersebut dilakukan untuk mencapai keselarasan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional, perkembangan kebutuhan hukum dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan prioritas agenda nasional yang telah ditetapkan presiden.
Dalam dinamika pengesahan peraturan perundang-undangan di indonesia, terdapat beberapa undang-undang yang mengalami masalah terkait penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapan, salah satunya UU ibu kota negara (IKN) yang disebut "legislasi ugal-ugalan" karena disahkan hanya dalam waktu 42 hari, pengesahan UU IKN di nilai sangat kontroversi sehingga menuai kritikan dari beberapa kalangan mahasiswa, akademisi dan praktisi.
Olehnya itu, pembentukan peraturan perundang-undangan bukan hanya sebuah prosedur atau tata cara formal yang diatur dalam teks undang-undang dengan jumlah dan jenis yang sangat beragam, hukum tertulis memiliki banyak masalah karena tidak ada keselarasan secara teoritis maupun praktis dan negara mengalami "hujan undang-undang".
Kesimpulan dalam pembahasan ini, ialah pemberlakuan prolegnas harus banyak melibatkan partisipasi publik, adanya transparansi dalam hal perencanaan, monitoring dan hasil evaluasi agar tahapan dalam suatu pembentukan undang-undang diketahui dan tidak ada lagi "legislasi ugal-ugalan", karena pembentukan undang-undang merupakan suatu "ius contituendum" atau hukum yang dicita-citakan di masa yang akan datang sesuai dengan relevansinya.
Sampai bertemu di tulisan berikut...